Senin 13 Jun 2022 20:23 WIB

Pemimpin Organisasi Muslim India Imbau Tunda Rencana Aksi Protes Anti-Islam

Imbauan itu diedarkan setelah ada korban tewas akibat aksi protes di India.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Polisi India menghentikan pekerja partai Kongres oposisi menuju kantor Direktorat Penegakan selama protes di Mumbai, India, Senin, 13 Juni 2022. Para pekerja partai memprotes Direktorat Penegakan memanggil pemimpin partai Kongres Rahul Gandhi dan Sonia Gandhi untuk diinterogasi dalam uang kasus pencucian.
Foto: AP Photo/Rafiq Maqbool
Polisi India menghentikan pekerja partai Kongres oposisi menuju kantor Direktorat Penegakan selama protes di Mumbai, India, Senin, 13 Juni 2022. Para pekerja partai memprotes Direktorat Penegakan memanggil pemimpin partai Kongres Rahul Gandhi dan Sonia Gandhi untuk diinterogasi dalam uang kasus pencucian.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Para pemimpin kelompok Islam terkemuka di India, Senin (13/6/2022), mengimbau umat Muslim untuk menunda rencana aksi protes menentang pernyataan politisi partai nasionalis Hindu yang menghina Nabi Muhammad. Imbauan tersebut diedarkan setelah dua remaja Muslim tewas dan lebih dari 30 orang lainnya terluka dalam bentrokan pada pekan lalu. 

"Kewajiban setiap Muslim untuk berdiri bersama ketika ada yang meremehkan Islam, tetapi pada saat yang sama penting untuk menjaga perdamaian,” kata anggota senior Jamaat-e-Islami Hind, sebuah organisasi Muslim yang beroperasi di beberapa negara bagian India, Malik Aslam. 

Baca Juga

Umat Muslim telah turun ke jalan di seluruh India dalam beberapa pekan terakhir. Mereka memprotes komentar anti-Islam oleh dua anggota partai nasionalis Hindu Bharatiya Janata Party (BJP) pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi.

Polisi di Uttar Pradesh menangkap lebih dari 300 orang sehubungan dengan kerusuhan tersebut. Beberapa komunitas Muslim minoritas India melihat komentar tersebut sebagai contoh terbaru dari tekanan dan penghinaan di bawah aturan BJP tentang berbagai isu anti-Islam, mulai dari kebebasan beribadah hingga pemakaian jilbab.

Selama akhir pekan, Kepala Menteri Negara Bagian Uttar Pradesh, Yogi Adityanath, memerintahkan para pejabat untuk menghancurkan tempat-tempat ilegal dan rumah orang-orang yang dituduh terlibat dalam kerusuhan. Rumah seorang terduga dalang kerusuhan, yang putrinya adalah seorang aktivis hak-hak Muslim perempuan, dihancurkan pada Ahad (12/6/2022).  

Kediaman dua orang lainnya yang dituduh melempar batu setelah salat Jumat juga dihancurkan. Penasihat komunikasi Adityanath, Mrityunjay Kumar, mencicit foto buldoser yang menghancurkan sebuah bangunan. Para pemimpin oposisi mengatakan, pemerintah Adityanath sedang mengejar metode yang tidak konstitusional untuk membungkam pengunjuk rasa.

Muslim dan kelompok hak asasi menafsirkan penghancuran rumah itu sebagai hukuman atas kerusuhan tersebut. Namun, otoritas negara mengatakan, penghancuran dilakukan karena rumah itu dibangun secara ilegal di tanah publik.

"Kami tidak menghancurkan rumah-rumah untuk menghentikan umat Islam melakukan protes karena mereka memiliki semua hak untuk turun ke jalan," kata seorang ajudan pemimpin garis keras Hindu di Uttar Pradesh.

BJP telah menangguhkan juru bicaranya Nupur Sharma dan memecat politisi lainnya Naveen Kumar Jindal. Keduanya melontarkan komentar yang menghina Nabi Muhammad, sehingga menyebabkan pertikaian diplomatik dengan beberapa negara Muslim.

Kelompok-kelompok Muslim menuntut penangkapan terhadap Sharma dan Jindal. Sementara, beberapa kelompok Hindu garis keras mencap mereka sebagai politisi pemberani dan nasionalis.  

Pada Ahad (12/6/2022), Jindal mengatakan keluarganya menghadapi ancaman terus menerus. Beberapa pengikut Jindal mengatakan, sebuah bom mentah dijinakkan di dekat kediamannya di ibu kota New Delhi. Sejauh ini, Perdana Menteri Modi belum mengomentari kerusuhan komunal tersebut.

Pernyataan anti-Islam oleh dua politisi BJP telah membuat sejumlah negara Muslim geram. Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Oman, Iran yang merupakan mitra dagang utama India, mengajukan protes diplomatik untuk menuntut permintaan maaf dari pemerintah Modi atas komentar tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement