Selasa 14 Jun 2022 08:36 WIB

Bay Ridge: Rumah Bagi Komunitas Arab Muslim di Brooklyn, New York

Bay Ridge kebanyakan diisi warga Arab dari Yaman, Mesir, dan Palestina.

Rep: mgrol135/ Red: Ani Nursalikah
Jam dinding menunjukkan jadwal shalat terpampang di Gedung Muslim Community Center di daerah Bay Ridge, Brooklyn di New York. Bay Ridge: Rumah Bagi Komunitas Arab Muslim di Brooklyn, New York
Foto: AP Photo/Wong Maye-E
Jam dinding menunjukkan jadwal shalat terpampang di Gedung Muslim Community Center di daerah Bay Ridge, Brooklyn di New York. Bay Ridge: Rumah Bagi Komunitas Arab Muslim di Brooklyn, New York

REPUBLIKA.CO.ID, BAY RIDGE -- Lingkungan Bay Ridge seluas tiga mil persegi di Brooklyn, New York City, Amerika Serikat (AS) sangat beragam. Kawasan ini menjadi rumah bagi komunitas dari berbagai negara. 

Fifth Avenue, membentang dari sekitar 67th ke 86th Street kebanyakan diisi warga Arab dari Yaman, Mesir, dan Palestina. Di tempat ini terdengar ayat-ayat Alquran menggelegar dari dalam toko furnitur Yaman dan laki-laki berbicara dengan keras dalam bahasa Arab kepada anggota keluarga di rumah.

Baca Juga

Penduduk setempat menyebut daerah itu sebagai pusat Arab atau Makkah bagi orang Arab. Perkiraan resmi berdasarkan sensus 2000 menyebutkan jumlah penutur bahasa Arab di Bay Ridge mencapai 7.942. Berdasarkan angka tidak resmi yang lebih baru, total populasi sekitar 40 ribu di Brooklyn dari 100 ribu penutur bahasa Arab di seluruh kota.

Mendirikan komunitas

Di toko kelontong seperti Balady, penduduk Bay Ridge dapat membeli makanan favorit Timur Tengah dari zatar hingga sumac. Sementara di Nablus Sweets, mereka bisa membeli manisan yang direndam sirup, termasuk klasik Timur Tengah, seperti knafeh dan basbousa.

Seorang tukang daging halal duduk dengan nyaman di dekat papan yang dihiasi dengan grafiti bertuliskan "Bebaskan Palestina". Bendera Yaman berdiri dengan bangga di samping bendera Amerika.

Zein Rimawi lahir pada 1954 di desa Beit Rima, sembilan mil sebelah utara Ramallah di Tepi Barat yang Diduduki, tempat ayahnya pernah menjadi wali kota. Orang Palestina benci mendengar angka enam atau tujuh atau 67 sejak kekalahan dalam perang 1967 dengan Israel. Saat itu, Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza ditaklukkan oleh Israel dan tetap berada di bawah pendudukan militer hingga hari ini.

Terlepas dari trauma perang dan pendudukan, Rimawi unggul secara akademis. Ia mendapatkan beasiswa untuk belajar di Jerman dan kemudian tinggal di Lebanon untuk sementara sebelum melanjutkan studinya di Wagner College New York pada 1980-an.

Rimawi belum kembali ke Palestina sejak itu. Ia telah menjadikan AS rumah permanennya.

Bersama dengan orang Arab dan Muslim lainnya, ia memastikan komunitas mereka memiliki fasilitas yang mereka butuhkan hidup di Amerika sambil tetap berhubungan dengan akar mereka. Ia mendirikan Pusat Sosial An-Noor, sebuah organisasi dan pusat penitipan anak yang melayani komunitas lokal Timur Tengah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement