Selasa 14 Jun 2022 10:01 WIB

IHSG Kembali Dibuka Melemah, Saham Energi dan Tambang Ikutan Rontok

Meski melemah, IHSG hari ini mencoba kembali ke zona hijau ditopang saham GoTo

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan penurunannya pada perdagangan Selasa (14/6). IHSG dibuka melemah ke level 6.949,64 setelah ditutup terkoreksi tajam pada perdagangan kemarin. Pelemahan IHSG disebabkan turunnya saham-saham komoditas energi dan tambang.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan penurunannya pada perdagangan Selasa (14/6). IHSG dibuka melemah ke level 6.949,64 setelah ditutup terkoreksi tajam pada perdagangan kemarin. Pelemahan IHSG disebabkan turunnya saham-saham komoditas energi dan tambang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan penurunannya pada perdagangan Selasa (14/6). IHSG dibuka melemah ke level 6.949,64 setelah ditutup terkoreksi tajam pada perdagangan kemarin. 

Pelemahan IHSG disebabkan turunnya saham-saham komoditas energi dan tambang. ADMR masih memimpin penurunan sebesar 6,81 persen, INCO terkoreksi 1,39 persen dan ANTM terpangkas 1,33 persen. 

Meski demikian, IHSG hari ini mencoba kembali ke zona hijau yang ditopang oleh menguatnya saham GOTO. Pada awal perdagangan ini, GOTO menguat hingga 2 persen setelah dibuka di zona negatif pagi ini. 

Phillip Sekuritas Indonesia memperkirakan IHSG masih berpotensi terkoreksi hari ini. Pergerakan ini sejalan dengan indeks saham utama Wall Street yang jatuh cukup dalam. Nasdaq jatuh ke level terendah sejak September 2020.

"Aksi jual dipicu oleh realisasi bahwa laju inflasi justru lebih cepat dan belum mencapai puncaknya," tulis Phillip Sekuritas Indonesia dalam risetnya, Selasa (14/6). 

Selain itu, muncul ketakutan mengenai kondisi ekonomi yang rentan serta suku bunga yang lebih tinggi setelah beredar spekulasi bahwa bank sentral AS, Federal Reserve, mempertimbangkan wacana kenaikan suku bunga sebesar 75 bps minggu ini.

Jika spekulasi ini benar terjadi, investor memperkirakan siklus kenaikan suku bunga acuan di AS akan berada 4 persen tahun depan. Angka ini lebih tinggi 100 bps dari ekspektasi investor kurang dari dua minggu lalu.

Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah AS (US Treasury) bergerak naik di sepanjang kurva imbal hasil (Yield Curve). Yield US Treasury bertenor 10 tahun lompat menjadi 3,34 persen dan mencapai level tertinggi sejak 2011. Kenaikan yield ini akan berpengaruh pada suku bunga KPR dan berbagai suku bunga pinjaman lainnya.

Kenaikan yield dan aksi jual di pasar saham telah mendorong Dollar Index yang mengukur nilai tukar dolar AS terhadap enam mata uang utama di dunia, naik ke level tertinggi sejak Desember 2002.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement