Selasa 14 Jun 2022 12:48 WIB

Muslim Amerika Percaya UU Senjata Harus Diperketat

Muslim kulit putih lebih cenderung percaya undang-undang senjata harus lebih ketat.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Polisi dan detektif Philadelphia memeriksa barang bukti di lokasi penembakan di Philadelphia, Ahad, 5 Juni 2022. Muslim Amerika Percaya UU Senjata Harus Diperketat
Foto: AP/Charles Fox/The Philadelphia Inquirer
Polisi dan detektif Philadelphia memeriksa barang bukti di lokasi penembakan di Philadelphia, Ahad, 5 Juni 2022. Muslim Amerika Percaya UU Senjata Harus Diperketat

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebagian besar Muslim Amerika percaya undang-undang pengendalian senjata harus lebih ketat untuk mencegah kejahatan penembakan keji tidak terulang. Survei ini dilakukan oleh Institute for Social Policy and Understanding (LSPU) dalam laporan terbarunya.

 

Baca Juga

Menurut jajak pendapat, sebanyak 65 persen responden Muslim percaya undang-undang pengendalian senjata yang ada perlu lebih ketat, sedikit lebih tinggi dari 64 persen orang Yahudi dan Katolik yang disurvei.

 

Kemudian Protestan (54 persen), Evangelikal kulit putih (30 persen), dan masyarakat umum (57 persen) untuk memiliki pandangan ini. Menurut survei, Muslim kulit putih lebih cenderung percaya undang-undang senjata harus lebih ketat daripada orang kulit putih Amerika di masyarakat umum. Tetapi Muslim kulit hitam lebih mungkin daripada orang kulit hitam Amerika untuk percaya undang-undang yang mencakup penjualan senjata api seharusnya tidak terlalu ketat.

 

Dilansir dari Middle East Eye, Selasa (14/6/2022), laporan tersebut akan dirilis secara penuh pada Agustus mendatang. Laporan ini menanggapi perihal insiden penembakan massal di Sekolah Dasar Robb di Uvalde, Texas di mana sebanyak 21 orang, kebanyakan anak-anak meninggal dunia.

 

Menurut data dari Washington Post, lebih dari 311 ribu anak di Amerika telah mengalami kekerasan senjata di sekolah sejak penembakan 1999 di Columbine High School. Pada periode yang sama, 185 tewas dan 369 terluka.

 

“Sayangnya semua orang Amerika terkena dampak kekerasan senjata, secara langsung atau tidak langsung. Ketika kepemimpinan lokal, negara bagian, dan nasional kami bekerja untuk menemukan solusi yang efektif, opini publik sangat penting untuk dipahami,” kata Direktur Eksekutif Ispu, Meira Neggaz.

 

"Pekerjaan kami meneliti pendapat Muslim Amerika, dibandingkan dengan kelompok lain di lanskap agama negara itu, mengungkap bahwa sebagian besar kelompok dan mayoritas orang Amerika selaras dalam keprihatinan mereka tentang keadaan undang-undang senjata saat ini,” tambahnya.

 

Penembakan di sekolah dasar Texas dan satu lagi di supermarket New York yang menewaskan 10 orang kulit hitam, telah menambah tekanan pada politikus untuk mengambil tindakan. Pada Ahad (12/6/2022), sekelompok senator mencapai kesepakatan tentang kerangka kerja untuk undang-undang pengendalian senjata yang bisa menjadi yang paling signifikan disahkan di tingkat federal dalam beberapa dekade.

 

Inti dari kesepakatan Senat adalah menyediakan sumber daya yang substansial bagi negara bagian untuk menerapkan undang-undang "bendera merah", yang memungkinkan individu seperti polisi atau anggota keluarga mengajukan petisi ke pengadilan untuk menjauhkan senjata api dari orang-orang yang dianggap berisiko bagi diri mereka sendiri atau orang lain.

 

Pemimpin mayoritas Senat Chuck Schumer mengatakan pada Senin (13/6/2022) bahwa dia akan membawa RUU itu ke pemungutan suara segera setelah ditulis. "Saya akan meletakkan RUU ini sesegera mungkin, setelah teks kesepakatan akhir diselesaikan sehingga Senat dapat bertindak cepat untuk membuat reformasi keamanan senjata menjadi kenyataan," kata Schumer kepada senat.

 

"Kesepakatan kemarin tidak memiliki semua yang diinginkan Demokrat, tetapi tetap merupakan reformasi paling signifikan terhadap undang-undang keamanan senjata yang telah kita lihat dalam beberapa dekade,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement