Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lulu Nugroho

Cinta di Kotak Makanan

Eduaksi | Tuesday, 21 Jun 2022, 13:40 WIB

Seorang ibu tentu memiliki naluri menyayangi anak-anaknya. Menjaganya agar terhindar dari kesulitan, memberi rasa nyaman, memilihkan segala hal yang baik, demi melihat sang buah hati tumbuh besar menjadi manusia yang berkualitas. Dalam doa senantiasa disebut-sebut agar anak menjadi penyejuk mata bagi ayah bundanya.

Dalam Islam semua anak dipastikan memperoleh penjagaan yang paripurna baik dari keluarga, masyarakat maupun negara. Tujuannya adalah agar anak-anak bangsa menjadi generasi bangkit, yang siap memikul beban peradaban, menjadi pemimpin-pemimpin umat.

Karenanya Islam tidak akan membiarkan kerusakan masuk ke dalam tubuh dan jiwa manusia kecil ini. Seluruh kebutuhan jasmani (hajatul udhwiyah) dan naluri (ghoroiz) mereka, dipenuhi dengan perkara baik sesuai yang diperintahkan Allah.

Namun tidak demikian halnya dengan pola asuh sekularisme yang menegasikan peran Allah baik di tataran individu, keluarga maupun negara. Maka manusiapun akan bertindak sekehendak hatinya, sebagaimana terjadi pada pasangan di Konawe yang melakukan tindakan asusila, kemudian mengaborsi janin-janin dan menyimpannya di kotak makanan.

Berita ini sontak menghentak khalayak ramai. Media sosial riuh. Akhirnya masyarakat pun tersadar bahwa selama ini ada yang luput dari perhatian mereka. Membiarkan kebebasan meraja, terbukti berimbas buruk, merusak institusi keluarga, dan juga negara.

Tidak ada lagi aktivitas saling menasehati antar warga. Penjagaan dari negara juga minimalis, baik dalam bentuk kebijakan, aturan hingga persanksian. Maka lahirlah masyarakat jumud dan bergelimang dosa.

Pun hilang fitrah keibuan dan cinta kasih kepada anak-anak. Tega berlaku keji dan biadab, hingga buah cinta yang malang ini berakhir di tempat hina.

Hilang kesempatan membentuk generasi unggulan. Musnah harapan menimang mereka dalam buaian, akibat membiarkan hawa nafsu mengendalikan iman dan akal.

Memisahkan agama dari kehidupan, sangat ampuh menjauhkan umat dari jati dirinya sebagai makhluk yang mulia. Tanpa peran dan kontrol negara, maka akan terburai satu demi satu ketaatan pada Allah.

Aktivitas manusia tak bernilai ibadah, terus bermaksiat sehingga menjauhkan keberkahan Allah dari muka bumi.

Oleh karenanya, sangat mendesak untuk segera meninggalkan sekularisme dan kembali kepada Islam. Inilah sebaik-baik kepemimpinan berbangsa dan bernegara. Menjadikan Islam kafah sebagai pondasi menegakkan kehidupan akan mendatangkan kemaslahatan, serta membentuk individu takwa, yang takut kepada Allah dan rela diatur dengan syariat Allah.

Penulis: Lulu Nugroho, Muslimah Revowriter Cirebon.

Ilustrasi gambar Pinterest

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image