Selasa 21 Jun 2022 17:13 WIB

Dunia Hadapi Krisis Bertubi-tubi, Jokowi: Semakin Tahu, Semakin Ngeri

Jokowi menyebut data IMF melaporkan 42 negara alami krisis ekonomi

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) bersama Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Ekonomi Kreatif dan Ekonomi Digital Prananda Prabowo (kedua kiri), Sekjen Hasto Kristiyanto (kanan) dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung (kiri) saat akan mengikuti Rakernas II PDI Perjuangan di Jakarta, Selasa (21/6/2022). Rakernas II PDI Perjuangan tersebut bertemakan Desa Kuat, Indonesia Maju dan Berdaulat dengan sub tema Desa Taman Sari Kemajuan Nusantara.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) bersama Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Ekonomi Kreatif dan Ekonomi Digital Prananda Prabowo (kedua kiri), Sekjen Hasto Kristiyanto (kanan) dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung (kiri) saat akan mengikuti Rakernas II PDI Perjuangan di Jakarta, Selasa (21/6/2022). Rakernas II PDI Perjuangan tersebut bertemakan Desa Kuat, Indonesia Maju dan Berdaulat dengan sub tema Desa Taman Sari Kemajuan Nusantara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, dunia saat ini tengah menghadapi keadaan tak mudah dan penuh ketidakpastiaan. Meskipun pernah mengalami beberapa krisis, namun Indonesia kali ini menghadapi krisis yang bertubi-tubi, baik karena pandemi, perang Ukraina-Rusia, hingga krisis pangan dan energi.

Hal ini disampaikan Jokowi saat meresmikan pembukaan Rakernas II PDI Perjuangan di Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (21/6).

“Krisis karena pandemi, maupun pulih kemudian ada perang, kemudian masuk merembet ke mana-mana. Seperti yang disampaikan bu Mega tadi, masuk ke krisis pangan, masuk ke krisis energi, masuk ke krisis keuangan. Kalau kita semakin tahu, semakin ngeri. Angka-angkanya saya diberi tahu, ngeri kita,” kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, baik Bank Dunia maupun IMF menyampaikan, akan terdapat 60 negara yang ekonominya akan ambruk. Sedangkan 42 negara di antaranya dipastikan tengah mengalami krisis ekonomi.

“Siapa yang mau membantu mereka kalau sudah 42. Mungkin kalau 1,2,3 negara krisis bisa dibantu mungkin dari lembaga-lembaga internasional. Tapi kalau sudah 42 nanti betul dan mencapai bisa 60 betul, kita ga ngerti apa yang harus kita lakukan,” ucap dia.

Karena itu, ancaman inipun harus diwaspadai bersama. Jokowi menyebut, keadaan saat ini bukanlah kondisi yang normal dan diperlukan kehati-hatian untuk menghadapi berbagai ancaman krisis tersebut. 

Selain itu, menurutnya, masyarakat juga harus memahami kondisi global yang sangat berat ini. Ia kemudian membandingkan krisis energi di sejumlah negara lain yang diikuti dengan kenaikan harga.

Di Singapura dan di Jerman, kata jokowi, harga bensin saat ini telah mencapai Rp 31 ribu. Di Thailand, harga bensin mencapai Rp 20 ribu. Sementara di Indonesia, pemerintah masih memberikan subsidi sehingga harga pertalite masih Rp 7.650 dan pertamax Rp 12.500.

“Hati-hati ini bukan harga sebenernya lho. Ini adalah harga yang kita subsidi dan subsidinya besar sekali,” kata dia.

Total subsidi yang digelontorkan pemerintah pun telah mencapai Rp 502 triliun. Bahkan menurut Jokowi, total anggaran subsidi ini dapat digunakan untuk membangun ibu kota negara yang membutuhkan biaya hingga Rp 466 triliun.

Meskipun subsidi tersebut memberatkan APBN, Jokowi memastikan pemerintah masih akan memberikan subsidi kepada masyarakat.

“Tapi ndak mungkin ini tidak kita subsidi, akan ramai kita juga. Itung-itungan sosial politiknya juga kita kalkulasi,” ujar Jokowi.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement