Selasa 28 Jun 2022 19:44 WIB

Tawaf Boleh dengan Berenang, Bagaimana Jika Terbang? Ini Jawaban Syekh Ali Jumah 

Syekh Ali Jumah menjelaskan hukum tawaf dari berenang hingga terbang

Rep: Mabruroh, Alkhaledi Kurnialam    / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi tawaf di Kabah Masjidil Haram. Syekh Ali Jumah menjelaskan hukum tawaf dari berenang hingga terbang
Foto: AP/Amr Nabil
Ilustrasi tawaf di Kabah Masjidil Haram. Syekh Ali Jumah menjelaskan hukum tawaf dari berenang hingga terbang

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO — Mantan Mufti Agung Mesir Syekh Ali Jumah mengatakan bahwa seorang Muslim harus bersentuhan dengan bagian dari struktur Kabah pada saat melakukan tawaf. 

Tawaf merupakan ritual yang dilakukan umat Islam dengan cara mengelilingi Ka’bah Masjid Agung Makkah dengan cara berjalan kaki. 

Baca Juga

Dilansir dari Alaraby, Selasa (28/6/2022), mantan Mufti Agung Mesir itu menjelaskan bahwa tidak diperbolehkan tawaf dilakukan dengan cara terbang. Jika dilakukan, menurut cendekiawan Muslim itu maka ritual tersebut tidak akan sah. 

Itu artinya jamaah tidak dapat menggunakan pesawat terbang untuk melakukan tawaf, tetapi berjalan kaki bukanlah satu-satunya cara untuk mengelilingi Kabah.

Menurut Syekh Ali Jumah, jamaah haji dapat melakukan tawaf dengan cara berenang atau menaiki kuda dan itu sah. 

Pada 1941, banjir besar merendam kota suci Makkah termasuk kompleks Masjidil Harom. Pada saat itu, terselip sebuah kisah seorang anak laki-laki berusia 12 tahun berenang mengelilingi Ka’bah. 

Adegan anak laki-laki berenang mengelilingi Ka’bah diabadikan dalam sebuah foto. Anak laki-laki itu terpotret sedang berenang di depan maqam Ibrahim.

Foto yang pernah dipotret pada 1941 di atas.  Sosok yang berenang tersebut ternyata adalah Syekh Ali Ahmad al-Iwadhi. Tokoh apoteker terkemuka dari Bahrain.  

Aksi yang dilakukan anak laki-laki itu bukan kali pertamanya. Sebelumnya, tawaf dengan cara berenang pernah dilakukan oleh sahabat Nabi Abdullah Al-Zubair.  

Jauh sebelumnya pun, Nabi Muhammad SAW diyakini pernah mengelilingi Kabah sambil menunggang unta. 

Kajian dari Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Ummul Qura yang dipimpin oleh Prof Mi’raj Nuwab Mizra dan Badr ad-Din Yusuf, menyimpulkan, banjir telah beberapa kali "menyapa" Makkah dan sekitarnya sepanjang sejarah.

Terutama dataran rendah di bawah Bukit Sarah, seperti Lembah Bays, Qanfadzah, al-Laits, Fathimah, dan Rabigh. Ini menjadi perhatian penuh dari pemerintah setempat. Baik penanganan pencegahan bencana dan penanganan korban saat dan pascabencana alam itu terjadi.

Sejarah juga mencatat, betapa fenomena alam berupa banjir itu turut menyedot pula perhatian para khalifah masa lalu. Sewaktu menjabat, Umar bin Khatab membangun bendungan di sebagian lembah, seperti di Lembah Fathimah. Upaya semacam itu tetap dipertahankan pada masa dinasti Umayyah, Abbasiyah.  hingga Ottoman.     

 

Sumber: alaraby  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement