Kamis 30 Jun 2022 16:41 WIB

Kemenhub Evaluasi Kebijakan Tarif Tiket Pesawat

Pihak maskapai mengungkapkan kondisi operasional penerbangan saat ini cukup mencekik.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Tiket pesawat (Ilustrasi)
Foto: ABCNews
Tiket pesawat (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan saat ini tengah mengevaluasi sejumlah regulasi untuk mendukung pemulihan industri penerbangan. Salah satu yang saat ini tengah dibahas mengenai tarif tiket pesawat. 

“Saat ini kami tengah mengevaluasi penyesuaian ketentuan tarif angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri,” kata Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub Dadun Kohar daam Webinar Kadin Indonesia, Kamis (30/6/2022). 

Baca Juga

Dadun memastikan pembahasan tarif tiket pesawat tersebut masih dalam tahap evaluasi. Dadun memastikan Kemenhub juga berkoordinasi stakeholders untuk menetapkan relaksasi dan stimulus. 

“Ini merupakan hal-hal yang bisa dikembangkan dalam mendukung pemulihan industri penerbangan ke depan,” kata Dadun. 

Dadun menambahkan, pembahasan banguan pembiayaan operasional atau PJP4U navigasi juga disinggung. Menurut dia, hal tersebut juga berpotensi untuk diskusikan dalam pemilihan sektor penerbnagan. 

Dalam hal regulasi, evaluasi juga dilakukan pada Pasal 127 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan menegnai tarif batas atas dan tarif batas bawah. “Ini ditetapkan dengan mempertimbangkan perlundungan konsumen dan mencegah persaingan tidak sehat,” ujar Dadun. 

Begitu juga untuk Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2009 dan Keputusan Menteri 106 Tahun 2019 mengenai tata cara pengaturan tarif dan penetapan tarif batas atas. Dadun menegaskan regulasi tersebut berpotensi untuk dievaluasi demi mendukung pemulihan industri penerbangan. 

“Kemudian Keputusan Menteri Nomor 68 Tahun 2022 tentang besaran biaya tambahan atau fuel surcharge tarif penumpang kelas ekonomi masih terus dievaluasi,” kata Dadun. 

Dadun menegaskan, pemulihan sektor industri penerbangan tidak bisa berjalan sendiri. Semua pihak di dalam industri tersebut menurutnya perlu mengatasi permasalahan yang ada saat ini. Terlebih, saat ini naiknya biaya bahan bakar dunia juga memengaruhi avtur. 

Sebelumnya, Lion Air Group mengungkapkan kondisi operasional penerbangan yang saat ini cukup mencekik. Naiknya harga avtur hingga indeks dolar AS membuat biaya perawatan pesawat naik signifikan sementara pemulihan industri penerbangan belum terjadi seperti 2019 saat pandemi Covid-19 belum terjadi. 

“Komponen yang harus kita bayar atau material, sparepart, termasuk transportasi dan logistiknya itu sangat mahal sekali karena kita harus bayar dengan mata uang dolar AS,” kata President Director of Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro Adi dalam RDP bersama Komisi V DP, Selasa (28/6/2022).

Daniel menyebut beberap vendor atau penyedia material dan bahan untuk perawatan pesawat udara banyak yang tutup. Kondisi tersebut menguatkan hukum pasar berlaku dan membuat penjual alat dengan harga yang tinggi. 

Untuk itu, Daniel berharap ada revisi Peraturan Menteri (PM) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Daniel menilai, regulasi tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini.

Daniel mengungkapkan, terdapat beberapa rute yang walaupun diisi 100 persen penumpang namun tidak mendapatkan untung. Dia mengungkapkan, hal tersebut dikarenakan adanya peningkatan lalu lintas udara sehingga jarak tempuh makin lama.

"Cengkareng ke Tanjung Karang itu yang dulu bisa kita tempuh dalam waktu 35 menit, sekarang mungkin karena ada traffic ini bisa sampai 50 menit bahkan satu jam. Kemudian ada rute Pontianak ke Putussibau itu juga harga tiketnya tidak bisa kita ambil sebagai referensi, kalau dengan kondisi 100 persen pun itu kita masih belum bisa mendapatkan profit, penuh pun belum bisa," kata Daniel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement