Kamis 30 Jun 2022 23:42 WIB

DPRD NTB Desak Polisi Usut Tuntas Kasus Pelecehan 10 Mahasiswi

Apa yang dilakukan dosen itu, jika terbukti benar, maka adalah kejahatan luar biasa.

Red: Teguh Firmansyah
Ilustrasi Pelecehan Seksual. (Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Pelecehan Seksual. (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM --Ketua DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) Baiq Isvie Rupaeda mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas kasus dugaan pelecehan seksual terhadap 10 mahasiswi yang dilakukan oleh dosen gadungan berusia 65 tahun di Kota Mataram. Jika terbukti, pelaku harus diberikan hukuman setimpal.

"Ini harus di usut tuntas dan diberikan hukuman yang setimpal sesuai dengan perbuatannya," kata Isvie saat di Kantor DPRD NTB di Mataram, Kamis.

Baca Juga

Anggota DPRD dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kabupaten Lombok Timur ini mengaku sangat menyayangkan kasus-kasus pelecehan terhadap perempuan terus terulang di NTB."Jadi, tidak bisa main-main lagi dalam hal ini. Karena ini menyangkut martabat perempuan, menyangkut masa depan perempuan, menyangkut aspek norma yang berlaku," ucapnya.

Isvie menilai apa yang dilakukan pelaku merupakan pelanggaran kejahatan luar biasa."Saya kira ini harus dihukum seberat-beratnya. Karena sudah mencoreng dunia pendidikan, apalagi ini dosen gadungan memakai gelar palsu," tegas wanita yang juga merupakan aktivis perempuan di NTB ini.

"Sudah jelas ini merusak, apalagi daerah kita daerah seribu masjid yang sangat luar biasa," sambung Isvie.

Untuk menghindari kasus-kasus semacam itu terulang kembali, Isvie meminta institusi pendidikan dalam hal ini universitas yang ada di NTB untuk membuat aturan melarang para dosen untuk tidak melayani konsultasi skripsi di rumah selain di kampus atau di luar jam kerja sebagai dosen di kampus."Saya imbau kepada adik-adik mahasiswi untuk tidak terbuai dan jangan pernah ke rumah dosen. Konsultasi tugas atau skripsi sebaiknya di kampus atau jam kerja tidak di rumah dosen," ucap Isvie.

"Begitu juga dosen tidak boleh menerima atau mengundang konsultasi di rumah. Lakukan di kampus. Kalau praktik-praktik ini dibiarkan, ini sudah keliru. Makanya tegas, tidak boleh ada konsultasi di rumah," katanya.

Modus pelaku

Kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami 10 mahasiswi ini datang dari laporan Tim Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram).Direktur BKBH Fakultas Hukum Unram Joko Jumadi mengungkapkan bahwa terlapor dalam dugaan ini merupakan pria berusia 65 tahun asal Lombok."Sebut saja dia (terlapor) ini Mister X," kata Joko.

BKBH melaporkan perbuatan Mister X ke Polda NTB pada Maret 2022. Dalam laporan, BKBH turut melampirkan penjelasan perihal modus Mister X melakukan pelecehan seksual terhadap korban."Mister X ini mengakupunya power (kekuatan) untuk melobi, membantu korban yang mau masuk perguruan tinggi, dan menyelesaikan skripsi," ujarnya.

Sebagai bayaran jika lulus perguruan tinggi dan skripsi berjalan lancar, jelas Joko, Mister X meminta agar korban melayani hasrat seksualnya."Jadi dari modus yang dia jalankan itu sudah ada sedikitnya lima mahasiswi yang dia 'tiduri'," ucap dia.

Menurut catatan BKBH yang berasal dari pengakuan 10 korban, Mister X menjalankan modus demikian terhitung sejak Oktober 2021 hingga Maret 2022."Maret 2022 itu berhenti karena kami laporkan," kata Joko.

Joko menegaskan bahwa pihaknya mendukung kepolisian menangani kasus ini hingga tuntas. Ia berharap agar polisi mampu mengungkap kebenaran perbuatan yang dituduhkan kepada Mister X.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement