Sabtu 02 Jul 2022 20:36 WIB

Ketua Yayasan STIH IBLAM Raih Cumlaude Doktor Ilmu Hukum Unpad 

Saat ini, kata Rahmat, terlalu banyak masalah hukum di Indonesia.

Red: Agus Yulianto
Rahmat Dwi Putranto, Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) IBLAM saat ujian sidang Program Studi Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad).
Foto: Istimewa
Rahmat Dwi Putranto, Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) IBLAM saat ujian sidang Program Studi Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- CEO LegalGo dan Ketua Yayasan iSekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) IBLAM, Rahmat Dwi Putranto, meraih gelar Doktor Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) dengan predikat Cumlaude.

Rahmat berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul "Analisis Teknologi Hukum: Pengaruh Perkembangan Teknologi di Industri 4.0 dalam Perancangan Pengaturan Perundang-Undangan di Indonesia".

Bertindak selaku Ketua Tim Promotor Prof Dr Tarsisius Murwadji SH MH dan Dr Sinta Dewi SH LLM serta Dr Indra Perwira SH MH sebagai Anggota Tim Promotor.

Menurut Rahmat, dalam disertasinya ini membahas tentang teknologi hukum, ini merupakan paradigma baru dan inovasi baru. Disertasinya ini berfokus pada teknologi hukum pengaruh perkembangannya di Industri 4.0 dalam perancangan peraturan perundang-undangan.

"Penelitian ini didasari pada semangat tersebut dengan memperhatikan perkembangan teknologi yang pesat pada setiap era revolusi industri dan pengaruhnya pada eksistensi hukum di masyarakat," kata Rahmat, usai Sidang Promosi Doktor Bidang Ilmu Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Jumat (1/7).

Hadir dalam sidang tersebut dari institusi STIH IBLAM, keluarga, Kepolisian, perancang peraturan perundang-undangan atau legal drafter di kementerian-kementerian yang ikut secara online, juga ada dari Kementerian Investasi.

Saat ini, kata Rahmat, teknologi hukum berperan sebagai perpaduan antara hukum teknologi dalam meningkatkan kualitas proses perancangan dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

"Harapannya ke depan dapat dilahirkan mata kuliah untuk mahasiswa hukum di Indonesia yang bernama Teknologi Hukum," katanya.

Menurutnya, dari mata kuliah ini akan lahir Pusat Hukum Nasional dengan konsep yang baru yang akan ditawarkan ke pemerintah. "Karena kita berharap kita bisa memperbaiki kualitas dari undang-undang di Indonesia, kualitas dari luaran produk hukum di Indonesia," katanya.

Saat ini, kata Rahmat, terlalu banyak masalah hukum di Indonesia dimana salah satunya dengan banyaknya undang-undang yang tumpang tindih, yang disharmoni tidak selaras satu sama lainnya. Ini jadi topik permasalahan utama dalam disertasi yang akan diselesaikan. Harapan kedepan melalui pemikiran dan gagasan teknologi hukum dan perancangan perundang-undangan pihaknya bersama-sama bisa memperbaiki kualitas mutu dari produk hukum di Indonesia.

"Kita ngga mau dong undang-undang kita seperti Cipta Kerja yang baru diluncurkan langsung dibilang sama MK inkonstitusional bersyarat. Padahal itu undang-undang niatnya bagus ingin menyederhanakan begitu banyaknya undang-undang yang lain, tapi cara pembentukannya salah," katanya. 

Sehingga kualitasnya pun bermasalah, kata dia, yang akhirnya sampai hari ini juga menimbulkan pro dan kontra terus menerus.

Ke depan, Rahmat pun ingin undang-undang itu ibarat seperti mobil yang baru keluar dari pabrik. Harus kualitas terbaik yang diberikan kepada masyarakat, sehingga ketika ada permasalahan, baru bisa dibawa ke bengkel.

"Bukan kaya hari ini, undang-undang keluar dari pabrik tapi mobilnya rusak. Jadi sudah pasti harus ke bengkel juga, sudah pasti after service-nya pasti ada, undang-undang kita itu seperti itu," katanya.

"Padahal kan seharusnya seperti produk mobil pabrikan, keluar dipakainya lancar. Setelah 1000 km baru kita cek oli dan lain sebagainya. Tapi sekarang undang-undang ngga nyampe 1000 km pun sudah rusak ibaratnya," katanya.

Rahmat pun berharap kedepannya undang-undang itu kalau keluar sudah harus jadi kualitas yang paling baik yang bisa dihasilkan. Saat ini, ia memiliki program yang akan dijalankan untuk memutakhirkan kurikulum mata kuliah teknologi hukum yang akan diterapkan di kampus IBLAM.

"Saya ingin berkolaborasi dengan berbagai stakeholder untuk membangun gagasan Pusat Hukum Nasional kedepan," katanya.

Saat ini, kata dia, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) itu tidak cukup memiliki kewenangan dalam membangun kualitas perancangan perundang-undangan kedepannya yang lebih baik.

"Sehingga tentu ini bukan tugas saya sendiri tapi harus berkolaborasi dengan stakeholder-stakeholder terkait untuk membangun gagasan ini menjadi kenyataan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement