Senin 04 Jul 2022 15:49 WIB

Novel Baswedan Ungkap Firli Pernah Meminta tidak Terus Menyerangnya

KPK membantah Novel, mengatakan Firli sedang di luar kota pada 25 November 2020.

Rep: Rizkyan Adiyudha/Antara/ Red: Indira Rezkisari
Mantan pegawai KPK Novel Baswedan.
Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/YU
Mantan pegawai KPK Novel Baswedan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengungkapkan pernah diminta Ketua Firli Bahuri agar tidak terus menyerang dirinya. Hal tersebut diungkapkan Firli setelah OTT kasus suap ekspor lobster di kementerian kelautan dan perikanan (KKP).

Keterangan itu diungkapkan Novel saat menjadi saksi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta berkenaan dengan proses TWK pegawai KPK. Novel merupakan Kepala Satuan Tugas yang memimpin penangkapan mantan menteri KP Edhy beserta rombongannya saat mendarat di Indonesia dari Amerika Serikat.

Baca Juga

Dia menceritakan, permintaan agar tidak menyerang itu disampaikan Firli pada 25 November 2020 lalu. Dia mengungkapkan, saat itu Firli menemui dirinya di toilet Gedung Merah Putih KPK usai gelar perkara kasus Edhy Prabowo.

Saat itu, sambung dia, Firli meminta Novel dan tim penyidik yang mengusut kasus korupsi perizinan ekspor lobster agar tidak terus menyerang. Novel mengaku tidak menggubris permintaan tersebut.

"Pernyataan dari Firli tersebut, yang bersangkutan merasa bahwa adanya OTT tersebut menyerang yang bersangkutan," kata Novel Baswedan saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022).

Dia melanjutkan, Firli pun kian geram setelah adanya OTT dalam kasus bantuan sosial (bansos) Covid-19 ditambah kasus perpajakan. Menurutnya, rangkaian peristiwa ini kemudian direspons Firli dengan menyelundupkan norma mengenai TWK pada draf Peraturan Komisi (Perkom) KPK.

Dia mengatakan, perkom tersebut kemudian menjadi instrumen dasar bagi Firli Bahuri sebagai dasar penyingkiran pegawai KPK tertentu. Dia melanjutkan, penyelundupan itu juga sudah dikonfirmasi oleh Komnas HAM dan Ombudsman.

Kedua lembaga itu menggambarkan bahwa proses pembuatan Perkom telah selesai dan sudah diunggah dalam portal KPK pada November 2020. Sesuai dengan ketentuan KPK, draf final pembuatan peraturan tertentu harus diunggah dalam portal KPK.

"Setelah Firli dkk merasa terserang dengan adanya OTT dan penanganan kasus besar di KPK, kemudian Firli memasukkan norma tambahan dan melakukan perubahan draf final Perkom dengan cara ilegal," katanya.

Keterangan Novel terkait permintaan agar tidak terus menyerang yang disampaikan dalam toilet itu lantas dibantah KPK. Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, pada tanggal 25 November 2020 saat pertemuan itu terjadi, Firli Bahuri sedang tidak berada di Jakarta.

Dia mengatakan, Firli Bahuri saat itu sedang melaksanakan kunjungan kerja ke Badan Penanaman Modal Daerah dan Perizinan Terpadu (BPMDPT) Kalimantan Utara. Dia melanjutkan, kunjungan kerja itu dihadiri langsung oleh Plt Kepala DPMPTSP, Faisal Syabaruddin.

Ali menguatkan pernyataannya itu dengan menyematkan tautan dari laman resmi pemprov Kalimantan Utara yang berisi foto-foto kunjungan Firli ke provinsi tersebut. Ali juga menyematkan tangkapan layar potongan dari sebuah berita tertanggal 26 November 2020 guna menegaskan bahwa saat itu Firli benar-benar ada di Kalimantan Utara.

"Kami meminta, masyarakat untuk lebih berhati-hati, waspada dan menyaring berbagai informasi yang beredar tanpa konfirmasi sesuai fakta yang sesungguhnya. Terlebih Informasi tersebut bisa merugikan pihak-pihak tertentu," katanya.

Sementara itu, kata Ali, pada 25 November 2020 malam, KPK menggelar konferensi pers terkait kasus suap ekspor benur tersebut di Gedung Juang KPK Jakarta yang dihadiri Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dan Deputi Penindakan KPK Karyoto. KPK mengharapkan agar tidak ada lagi pihak-pihak yang sengaja membangun opini yang justru kontraproduktif dengan upaya-upaya pemberantasan korupsi yang sedang dilakukan.

Meski demikian, Novel menyebut, pada tanggal tersebut Firli memang segera bergegas ke luar kota usai ekspose kasus ekspor lobster. Dia mengatakan, sehingga surat-surat ditandatangani pimpinan lainnya.

"Tapi, yang bersangkutan ada paraf dalam Surat Perintah Penyidikannya. Jadi rasanya yang bersangkutan tidak bisa mengelak seolah-olah keluar kota," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement