Senin 04 Jul 2022 23:08 WIB

Sandiaga Ingin Ada Regulasi Pemberian Insentif untuk Rumah Produksi Film

Banyak PH asing dan lokal yang mengeluh tingginya biaya syuting di Indonesia.

Red: Nidia Zuraya
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno memberikan paparannya saat mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/7/2022).
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno memberikan paparannya saat mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/7/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga menyatakan urgensi pembuatan regulasi terkait pemberian insentif kepada production house(PH) ataurumah produksilokal maupun asing, terutama yang membawa banyak kru film untuk syuting di Indonesia. Sandiaga mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi terkait dengan pentingnya aturan tentang pemberian intensif tersebut.

"Tentunya kita akan berkolaborasi dengan badan perfilman Indonesia melalui komisi film daerah, juga mungkin konsultan dan seluruh ekosistem yang terlibat," ungkap dia dalam Weekly Press Briefing yang dipantau secara virtual, Jakarta, Senin (4/7/2022).

Baca Juga

Ia menyebutkan banyak dari PH asing maupun lokal yang mengeluh karena harus mengeluarkan biaya tinggi jika hendak syuting di Tanah Air. Misalnya, biaya pengamanan, biaya ketertiban, dan biaya kebersihan sehingga rumah produksi harus mengeluarkan biaya pembuatan film yang besar.

Beberapa negara seperti Inggris dan Amerika, kata dia, telah memiliki fasilitas studio, perlengkapan produksi, dan regulasi terkait dengan insentif di level provinsi maupun kota sebagai upaya mengundang minat kru dan produser film melakukan syuting."Seperti film Ngeri-Ngeri Sedap yang di-shoot di Danau Toba, Sumatera Utara, yang berdampak luar biasa pada pariwisata. Saya harapkan ini yang juga nanti bisa ditindaklanjuti dengan langkah kolaborasi agar lebih banyak lagi film-film dunia kelas internasional dan regional," ucap Menparekraf.

Beberapa hari terakhir, ramai tersiar kabar tentang film asal Amerika Serikat berjudul Ticket to Paradise yang menceritakan Pulau Bali dengan latar belakang di negara Australia.Berdasarkan paparannya, ada sejumlah rumah produksi film yang meminta Menparekraf, termasuk dari PH Ticket to Paradise, untuk memfasilitasi syuting di Bali. Namun, kondisi pandemi Covid-19 di Bali yang saat itu sedang tinggi dengan aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mengakibatkan kegiatan syuting film sulit dilakukan.Selain perihal perizinan, terdapat pula permintaan insentif untuk para pembuat film. 

Sandiaga mengaku pembahasan terkait dengan hal tersebut memerlukan kolaborasi antarkementerian/lembaga."Pada saat itu saya bilang kalau memfasilitasi dari segi kemudahan visa, kemudahan dari segi perizinan syuting, kami sanggup. Akan tetapi, kalau mengenai Covid-19, kami harus patuh terhadap keputusan Satuan Tugas (Satgas)," kata Sandiaga.

Setelah relaksasi kebijakan, sebagian dari PH akhirnya memutuskan syuting di Indonesia, seperti di Infinite Studios, Batam, Kepulauan Riau.Meskipun film Ticket to Paradise ditayangkan dengan latar belakang Australia, lanjut Sandi Uno, Indonesia tetap memperoleh keuntungan karena sebenarnya yang dipromosikan adalah Bali.

"Sebagai contoh film Eat, Pray, and Love yang berlokasi syuting di kawasan Ubud, Bali, pada tahun 2010 yang sukses ditayangkan di seluruh dunia. Tidak lama kemudian, kunjungan turis ke Bali, khususnya kawasan Ubud, meningkat tajam, terutama berkaitan dengan gastronomi karena di situ ada Ubud Food Festival dan lain sebagainya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement