Rabu 06 Jul 2022 03:28 WIB

RUU KIA Momentum Keberpihakan Negara Berikan Hak Ibu dan Anak

Halim mengusulkan cuti melahirkan bagi ibu dilakukan berjenjang dengan kualifikasi.

Red: Friska Yolandha
Seorang perawat memasukan bayi kedalam inkubator di Rumah Sakit Ibu dan Anak Tambak, Jakarta, Kamis (20/2). RUU KIA merupakan perwujudan implementasi UUD 1945, khususnya Pasal 28B ayat (2) dan Pasal 28H ayat (1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Seorang perawat memasukan bayi kedalam inkubator di Rumah Sakit Ibu dan Anak Tambak, Jakarta, Kamis (20/2). RUU KIA merupakan perwujudan implementasi UUD 1945, khususnya Pasal 28B ayat (2) dan Pasal 28H ayat (1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dekan Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ), Abdul Halim mengapresiasi usulan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA). Ini menjadi momentum keberpihakan negara untuk memberikan hak-hak ibu dan anak dalam memberi kesejahteraan.

"Kami mendorong jangan setengah hati dalam merumuskan norma untuk kepentingan kesejahteraan ibu dan anak," ujar Halim di Jakarta, Selasa (5/7/2022).

Baca Juga

Menurutnya, RUU KIA merupakan perwujudan implementasi UUD 1945, khususnya Pasal 28B ayat (2) dan Pasal 28H ayat (1). Dia menyebutkan dalam Pasal 28B ayat (1) secara tegas konstitusi memberi perhatian secara khusus tentang hak anak dalam memperoleh kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

"Sedangkan di Pasal 28H ayat (1) dikaitkan dengan kesejahteraan secara umum, termasuk ibu dan anak di dalamnya," kata Halim yang juga Ketua Badan Koordinasi Fakultas Hukum PTN Wilayah Barat ini.

Persoalan cuti melahirkan, Halim mengusulkan agar dilakukan cuti secara berjenjang dengan kualifikasi. Misalnya, saat melahirkan anak pertama diberikan fasilitas cuti maksimal selama enam bulan dengan memperoleh fasilitas tunjangan melahirkan serta asupan gizi baik untuk ibu maupun anak. Sedangkan anak kedua dengan fasilitas cuti tiga bulan dengan fasilitas tunjangan melahirkan dan tambahan gizi dan susu untuk ibu dan anak dan anak ketiga, cuti tiga bulan tanpa tunjangan cuti dan tetap mendapatkan uang gizi dan susu bagi ibu dan anak.

Gagasan tersebut, menurut Halim, mengadopsi norma yang terjadi di sejumlah negara yang membagi dengan tiga kelompok. Kelompok pertama yang memberikan cuti minimal atau lebih enam bulan.

Kelompok kedua, negara yang mengatur maksimal cuti tiga bulan. Kelompok ketiga, cuti di bawah dua bulan antara 42 sampai 52 hari.

Ia memaparkan kelompok pertama seperti Kroasia 406 hari, disusul Albania, Australia, UK (Inggris), Bosnia Herzegovina, Serbia, montenegro masing-masing 365 hari, Norwegia 322 hari, Bulgaria 227 hari, dan Republik Ceko 196 hari dan masing-masing tetap mendapat gaji selama cuti melahirkan. Ia mengharapkan keberadaan RUU KIA ini dapat memberi aspek pengawasan lebih konkret saat pemberlakuannya kelak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement