Selasa 12 Jul 2022 16:14 WIB

Pesantren Diminta Ciptakan Mekanisme Pencegahan Kekerasan Seksual

Sistem mekanisme pencegahan kekerasan seksual dibutuhkan di pesantren.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Pesantren Diminta Ciptakan Mekanisme Pencegahan Kekerasan Seksual. Foto:   Ilustrasi Pondok Pesantren
Foto: ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI
Pesantren Diminta Ciptakan Mekanisme Pencegahan Kekerasan Seksual. Foto: Ilustrasi Pondok Pesantren

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia, KH Abdul Ghaffar Rozin, meminta kepada pesantren untuk meningkatkan kewaspadaan dan meningkatkan kualitas akhlak dan moral. Hal ini disampaikannya untuk merespon perkara kekerasan seksual di pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur.

"Kami meminta kepada pesantren untuk menciptakan mekanisme pencegahan kekerasan seksual agar kejadian serupa tidak terulang kembali," kata Kiai Rozin kepada Republika, Senin (11/7/2022).

Baca Juga

Mengenai pesantren Shiddiqiyyah, Kiai Rozin, mengatakan, mungkin lebih tepat diperlukan pembekuan sementara terhadap pesantren itu. Kemudian memberikan kesempatan otoritas untuk memulihkan kondisi pesantren sehingga kondusif kembali.

Menurutnya, pencabutan izin operasional pesantren secara permanen akan menjadi preseden buruk terhadap pesantren.

Kiai Rozin menambahkan, kekerasan seksual pada prinsipnya dapat terjadi di mana saja, di ruang publik dan domestik, dan di lembaga manapun. Sejauh yang diketahui kasus serupa juga meningkat di lembaga pendidikan selain pesantren.

"Setiap peristiwa kekerasan seksual tentu tidak bisa dibaca sebagai tindakan institusional, tetapi merupakan tindakan personal. Karena itu, yang perlu ditindak adalah pelakunya. Institusinya tetap diselamatkan," ujar Kiai Rozin.

Ia menegaskan, jika satu peristiwa asusila menyebabkan penghukuman terhadap institusi, maka akan ada banyak institusi yang akan mendapatkan hukuman.

Sebelumnya, diberitakan kejaksaan telah melimpahkan perkara pencabulan di pesantren Shiddiqiyyah Jombang dengan tersangka MSA (49 tahun) atau Mas Bechi ke Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur. Pengadilan pun sudah menetapkan majelis hakim untuk menangani perkara tersebut, meskipun jadwal sidang belum ditentukan.

Kejaksaan setidaknya menyiapkan sebelas orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menghadapi Mas Bechi. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Fathur Rahman mengatakan, perkara Mas Bechi sudah dilimpahkan ke PN Surabaya pada Jumat, 8 Juli 2022.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement