Rabu 13 Jul 2022 20:46 WIB

Subvarian Omicron Dominasi 81 Persen Varian Covid-19 Nasional

Wiku mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan yang lebih tinggi.

Red: Ratna Puspita
Ilustrasi. Distribusi subvarian baru Omicron, yakni BA.4 dan BA.5, mendominasi sekitar 81 persen dari varian Covid-19 nasional.
Foto: Pixabay
Ilustrasi. Distribusi subvarian baru Omicron, yakni BA.4 dan BA.5, mendominasi sekitar 81 persen dari varian Covid-19 nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan distribusi subvarian baru Omicron, yakni BA.4 dan BA.5, mendominasi sekitar 81 persen dari varian Covid-19 nasional. Wiku mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan yang lebih tinggi.

"Berkaca dari pengalaman di negara lain, umumnya puncak kasus terjadi sekitar 16 sampai 33 hari. Sedangkan puncak rawat inap sekitar 29-49 hari kemudian sejak subvarian ini pertama kali ditemukan," kata Wiku dalam konferensi pers daring diikuti di Jakarta, Rabu (13/7/2022).

Baca Juga

Wiku menambahkan jika ditelaah, kedua subvarian tersebut muncul pada 6 Juni 2022 atau sekitar 36 hari yang lalu, sehingga masih ada potensi kenaikan kasus kedepannya. Namun, potensi tersebut dapat dicegah jika menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat.

Selain itu, Wiku juga mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo pada perayaan hari raya Idul Adha 10 Juli 2022 yang menegaskan pentingnya memakai masker di mana pun berada demi keselamatan di tengah kondisi penularan virus yang kembali meningkat. "Mungkin banyak juga yang bertanya-tanya pentingnya tetap menjalankan protokol kesehatan setelah sudah divaksin booster (penguat). Nyatanya data dan fakta menunjukkan bahwa orang yang tidak menjalankan hal tersebut dapat kembali tertular walaupun sudah divaksin booster," kata dia.

Wiku menjelaskan pada prinsipnya vaksin memiliki tiga manfaat besar yaitu mencegah terinfeksi, mencegah perburukan gejala jika terinfeksi, dan mengurangi jumlah virus yang ada di dalam tubuh agar tidak mudah menularkan. Seseorang yang sudah divaksin lengkap, bahkan booster sekalipun tidak menjamin dapat 100 persen kebal dari Covid-19.

"Sebagaimana sosialisasi yang Badan POM rutin lakukan setelah adanya pengumuman emergency use of authorization (izin penggunaan darurat) bahwa rata-rata efikasi saat uji klinis tidak pernah mencapai sempurna 100 persen, bahkan untuk vaksin bagi penyakit lain sekalipun," kata Wiku.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan persentase angka efikasi ideal bagi vaksin yang layak digunakan ialah 50 persen. “Semua vaksin yang ada di Indonesia memiliki efikasi di atas angka tersebut sehingga seluruh vaksin yang ada dijamin efektivitasnya,” ujar Wiku melanjutkan.

Reinfeksi setelah divaksinasi atau breakthrough infection bisa saja terjadi pada semua orang terutama populasi rentan seperti orang dengan gangguan imunitas, penderita komorbid, dan lansia. “Breakthrough infection akan semakin sering terjadi jika peningkatan jumlah virus di sekitar kita tidak diimbangi dengan kepatuhan protokol kesehatan yang tinggi," ujar Wiku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement