Selasa 19 Jul 2022 13:30 WIB

Australian Alami Penurunan Spesies Hewan Terburuk

Peningkatan suhu, kekeringan, dan curah hujan berdampak pada jumlah spesies Australia

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
 Sungai Wilsons banjir di Lismore, NSW, Australia, 29 Maret 2022. Australia telah kehilangan lebih banyak spesies mamalia daripada benua lain dan memiliki salah satu tingkat penurunan spesies terburuk di antara negara-negara terkaya di dunia.
Foto: EPA-EFE/DARREN ENGLAND
Sungai Wilsons banjir di Lismore, NSW, Australia, 29 Maret 2022. Australia telah kehilangan lebih banyak spesies mamalia daripada benua lain dan memiliki salah satu tingkat penurunan spesies terburuk di antara negara-negara terkaya di dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Australia telah kehilangan lebih banyak spesies mamalia daripada benua lain dan memiliki salah satu tingkat penurunan spesies terburuk di antara negara-negara terkaya di dunia. Bahkan, jumlah pohon cendana dan terumbu karang pun telah berkurang pertumbuhannya.

Menurut laporan lingkungan lima tahunan yang dirilis oleh pemerintah Australia pada Selasa (19/7/2022), beberapa hewan seperti kadal ekor biru sekarang hanya diketahui ada di penangkaran. Sedangkan tikus batu Macdonnell Range dan kalong di Christmas Island adalah di antara mamalia yang dianggap paling berisiko punah dalam 20 tahun ke depan. Kepunahan mereka sebagian besar karena spesies pemangsa yang muncul.

Baca Juga

Laporan tersebut muncul setelah kekeringan, kebakaran hutan, dan banjir melanda Australia selama lima tahun terakhir. Dalam laporan mengatakan, peningkatan suhu, perubahan tren kebakaran dan curah hujan, kenaikan permukaan laut, serta pengasaman laut semuanya memiliki dampak signifikan yang akan bertahan.

"Laporan Keadaan Lingkungan adalah dokumen yang mengejutkan. ini menceritakan kisah krisis dan penurunan lingkungan Australian," kata Menteri Lingkungan Tanya Plibersek.

Plibersek menyatakan, pemerintah Partai Buruh yang baru akan menjadikan lingkungan sebagai prioritas. "Saya tidak akan mengabaikan fakta yang tidak menyenangkan ini," katanya.

Jumlah spesies yang ditambahkan ke dalam daftar terancam atau dalam kategori ancaman yang lebih tinggi tumbuh delapan persen dari laporan sebelumnya pada 2016. Ada meningkat tajam sebagai akibat dari kebakaran hutan yang melanda pada 2019-2020. Kebakaran hutan "Black Summer" menewaskan atau menelantarkan sekitar satu miliar hingga tiga miliar hewan dan meruntuhkan sembilan persen habitat koala.

Selain itu, suhu rata-rata daratan Australia telah meningkat sebesar 1,4 derajat Celcius sejak awal abad ke-20. "Permukaan laut terus naik lebih cepat dari rata-rata global dan mengancam masyarakat pesisir," kata laporan itu.

Banyak ekosistem paling berharga di negara itu, seperti Great Barrier Reef yang telah dilanda pemutihan karang massal, terancam oleh perubahan iklim dan lingkungan yang ekstrem. Sementara kesehatan terumbu karang menurun karena gelombang panas laut.

Laporan tersebut juga menyoroti ancaman pengasaman laut yang disebabkan oleh penyerapan karbon dioksida dari udara. Kondisi ini mendekati titik kritis yang akan menyebabkan penurunan karang muda yang menjadi kunci untuk pemulihan terumbu.

Para ilmuwan dan kelompok lingkungan mengatakan, laporan itu merupakan peringatan bagi pemerintah Partai Buruh yang baru untuk meningkatkan pengurangan emisi karbon guna mengekang perubahan iklim. Mereka mendesak pemerintah merombak undang-undang untuk melindungi habitat dan menginvestasikan lebih banyak uang untuk melindungi spesies.

Menurut laporan baru ini, pengeluaran sekitar 1,7 miliar dolar Australia per tahun diperlukan untuk menghidupkan kembali spesies yang terancam. Jumlah ini menambahkan bahwa pengeluaran yang ditargetkan pemerintah sebelumnya untuk spesies yang terancam adalah 49,6 juta dolar Australia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement