Rabu 20 Jul 2022 05:42 WIB

Kebijakan Kapolri Diapresiasi

Kapolri menonaktifkan Kadiv Propam.

Red: Muhammad Hafil
Kebijakan Kapolri Diapresiasi. Foto: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (tengah), didampingi Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono (kanan) dan Irwasum Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto (kedua kiri) bersiap memberikan keterangan pers terkait insiden baku tembak sesama polisi di Mabes Polri, Jakarta. Selasa (12/7/2022). Kapolri menyatakan telah membentuk tim untuk mengungkap kasus penembakan sesama polisi yang terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo dan menjamin pengusutan akan dilakukan secara transparan.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Kebijakan Kapolri Diapresiasi. Foto: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (tengah), didampingi Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono (kanan) dan Irwasum Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto (kedua kiri) bersiap memberikan keterangan pers terkait insiden baku tembak sesama polisi di Mabes Polri, Jakarta. Selasa (12/7/2022). Kapolri menyatakan telah membentuk tim untuk mengungkap kasus penembakan sesama polisi yang terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo dan menjamin pengusutan akan dilakukan secara transparan.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) Yenti Garnasih memandang, langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menonaktifkan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo sudah tepat. Meski penonaktifan ini agak terlambat, Yenti menyatakan, langkah Kapolri tersebut tetap patut diapresiasi.

“Apresiasi untuk Kapolri,” ujarnya, saat dihubungi via telepon, Selasa (19/7/2022).

Baca Juga

Menurut akademisi dari Universitas Trisakti ini, penonaktifan Sambo dari posisi Kadiv Propam Polri sangat penting untuk penanganan kasus polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir Nopryansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Sebab, sebelumnya, saat Sambo belum dinonaktifkan, terlihat ada ewuh pakewuh dari polisi yang menyelidiki kasus ini.

Yenti berharap, kasus ini jadi pelajaran bagi Polri untuk ke depannya. Polri harus peka dengan kondisi yang terjadi. Polri tidak perlu menunggu desakan dari publik untuk melakukan tindakan yang tegas.

Dia lalu mengkritisi adanya laporan polisi dari istri Sambo tentang dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J. Padahal, Brigadir J sudah meninggal. Sesuai Pasal 77 KUHP, sebuah kasus gugur apabila tersangkanya meninggal. Dalam kasus kriminal, tidak ada persidangan in absentia.

Karena itu, lanjutnya, ke depan polisi harus lebih hati-hati. Tidak boleh emosional dalam penanganan kasus. Sebab, lembaga Polri milik semua anak bangsa. Keberadaannya sangat penting. Makanya, harus dijaga dengan sangat baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement