Senin 25 Jul 2022 09:30 WIB

Populasi China Diperkirakan Menyusut Jelang 2025

Jumlah kelahiran baru pada 2021 merupakan yang terendah dalam beberapa dekade.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Pekerja dan warga yang mengenakan masker berbaris di tengah hujan untuk tes COVID-19 di luar lingkungan di Beijing, Rabu, 22 Juni 2022. Laporan surat kabar pro Pemerintah China Global Times menyatakan, populasi China telah melambat secara signifikan dan diperkirakan akan mulai menyusut menjelang 2025.
Foto: AP/Andy Wong
Pekerja dan warga yang mengenakan masker berbaris di tengah hujan untuk tes COVID-19 di luar lingkungan di Beijing, Rabu, 22 Juni 2022. Laporan surat kabar pro Pemerintah China Global Times menyatakan, populasi China telah melambat secara signifikan dan diperkirakan akan mulai menyusut menjelang 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Laporan surat kabar pro Pemerintah China Global Times menyatakan, populasi China telah melambat secara signifikan dan diperkirakan akan mulai menyusut menjelang 2025. Data kelahiran yang dirilis pada Ahad (24/7/2022) malam menunjukkan, jumlah kelahiran baru pada 2021 merupakan yang terendah dalam beberapa dekade di beberapa provinsi.

Kepala urusan kependudukan dan keluarga di Komisi Kesehatan Nasional Yang Wenzhuang yang dikutip Global Times menyatakan, populasi China diperkirakan mulai menyusut pada 2021-2025. Jumlah kelahiran di provinsi Hunan tengah turun di bawah 500.000 untuk pertama kalinya dalam hampir 60 tahun. Hanya provinsi Guangdong selatan China yang memiliki lebih dari satu juta kelahiran baru.

Baca Juga

China sedang berjuang untuk membalikkan penyusutan pesat dalam pertumbuhan populasi alami. Banyak anak muda memilih untuk tidak memiliki anak karena faktor-faktor termasuk biaya tinggi dan tekanan kerja.

Untuk mengatasi terus menurunnya jumlah kelahiran di negara itu, pemerintah China pun sudah melakukan berbagai cara. Salah satunya dengan melakukan perubahan dalam undang-undang tahun lalu.

Perubahan tersebut mengizinkan perempuan memiliki tiga anak. Namun, izin tersebut nyatanya tidak membantu menambah jumlah kelahiran yang diharapkan.

Banyak perempuan mengatakan, perubahan itu terlambat dilakukan. Mereka merasa saat ini masih tidak memiliki jaminan pekerjaan dan kesetaraan gender yang memadai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement