Senin 25 Jul 2022 23:26 WIB

Citayam Fashion Week Jadi Ajang LGBT, MUI: Bukan Kreativitas Melainkan Penyimpangan

Citayam Fashion Week jangan sampai menyimpang dari aspek keindahan

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Nashih Nashrullah
Remaja melakukan peragaan busana di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Senin (25/7/2022). Peragaan busana bertajuk Citayam Fashion Week kini semakin ramai dilakukan oleh berbagai kalangan mulai dari artis, content creator hingga remaja yang datang dari ibu kota maupun luar kota. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Remaja melakukan peragaan busana di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Senin (25/7/2022). Peragaan busana bertajuk Citayam Fashion Week kini semakin ramai dilakukan oleh berbagai kalangan mulai dari artis, content creator hingga remaja yang datang dari ibu kota maupun luar kota. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Cholil Nafis mengatakan sangat mengapresiasi kreativitas para remaja di Citayam Fashion Week. 

Meski begitu, dia menolak jika ajang itu menjadi momen komunitas LGBT untuk memamerkan perilakunya.  

Baca Juga

"Saya mengapresiasi atas kreativitasnya teman-teman bahwa dari mana pun bisa muncul kreativitas dan dari kampung pun bisa go internasional. Kemudian juga bagaimana mereka melakukan kreatif untuk memberi hiburan kepada masyarakat," katanya kepada Republika.co.id, Senin (25/7/2022). 

"Tapi, secara bersamaan tentunya kita menolak kalau itu menjadi ajang umpamanya pamer LGBT. Atau mengubah identitas kelamin atau identitas gendernya. Itu tidak diinginkan oleh kita," tambahnya.  

Menurutnya, ada hal positif yang ditampilkan di kegiatan tersebut yang memang harus diapresiasi dan didukung. Namun dia mewanti-wanti untuk menghindar dari sisi negatif yang mungkin dilakukan saat Citayam Fashion Week itu.  

Kiai Cholil juga mengharapkan agar para remaja atau generasi muda saat ini beretika sesuai dengan keyakinannya. Bagi umat Islam tetap berperilaku dengan etika atau norma dalam agama Islam dan bagi remaja non Muslim agar berperilaku sesuai dengan nilai agamanya.  

"Kalau Islam, ya etika Islam dan itu sesuai dengan pancasila. Yang kedua anak kita kreatif tetep lada identitas gendernya, laki-laki sebagai lak-laki, perempuan sebagai perempuan. Yang ketiga, fashion itu menunjukkan identitas. Jadi kalau di luar identitasnya fashion laki-laki dan perempuan, maka keluar dari keindahan kreativitas menjadi penyimpangan," terangnya.

Sementara itu, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Dadang Kahmad meminta pemerintah untuk mengantisipasi dampak negatif yang bisa ditimbulkan dari tren baru Citayam Fashion Week. Aspek negatif seperti pamer perilaku LGBT hingga pergaulan bebas.  

"Mungkin tidak hanya LBGT, tapi sisi buruk lainya seperti kemacetan lalu lintas, pergaulan bebas dan penyebaran penyakit juga bagian dari sisi buruk yang harus diminimalkan," kata Dadang Kahmad melalui pesan singkat, Senin (25/7/2022). 

Menurutnya, dalam berbagai kegiatan ada sisi positif dan negatif yang bisa saja muncul. Karena itu, terlebih dalam hal ini yang berkegiatan adalah generasi muda, maka pemerintah perlu meminimalkan dampak buruknya. 

Dia mengaku mengapresiasi adanya tren Citayam Fashion Week yang ada di wilayah Sudirman, Jakarta. Fenomena ini disebutnya menunjukkan keberhasilan menyediakan wadah untuk berekspresi para generasi muda.  

"Di setiap event tentu ada sisi baik dan buruknya, termasuk di event fashion weeks di Sudirman. Di satu sisi adalah wahana kreasi anak muda untuk berekspresi di wahana umum yang sekarang makin sulit didapat oleh anak-anak muda kebanyakan. Makanya, di sinilah peranan pemerintah dan aparat terkait untuk meminimalkan sisi buruknya kegiatan tersebut," terangnya.       

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement