Selasa 26 Jul 2022 21:30 WIB

Dampak Perundungan Mengerikan Bagi Mental Anak

Indonesia disebut menjadi negara kelima tertinggi angka perundungan di dunia.

Red: Qommarria Rostanti
Dampang perundungan mengerikan bagi mental anak. (ilustrasi)
Foto: Foto : MgRol_93
Dampang perundungan mengerikan bagi mental anak. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai NasDem Bidang Perempuan dan Anak, Amelia Anggraini, berpendapat kasus perundungan (bullying) anak yang terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat hingga menyebabkan meninggal dunia membuktikan bahwa dampaknya sangat mengerikan bagi mental anak.

"Perundungan ini dampaknya mengerikan dari yang dipikirkan orang. Ingat, perundungan bukan candaan, karena dampaknya secara psikologis sangat berat," kata Amelia dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Selasa (26/7/2022).

Baca Juga

Biasanya, kata dia, korban yang mengalami perundungan dapat mengalami stres, tidak memiliki kepercayaan diri, tidak dapat bersosialisasi secara normal, bahkan hingga memilih untuk mengakhiri hidupnya. "Melihat dari kronologis kasus kematian bocah SD di Tasikmalaya bukan dari pelecehan seksual melainkan dampak mengerikan dari perundungan," ujar wanita yang biasa disapa Amel ini.

Oleh karena itu, anggota DPR periode 2014-2019 ini mengajak semua pihak agar fokus untuk mengantisipasi maraknya perundungan dengan memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai dampak buruknya. Politisi asal Bengkulu ini menambahkan, banyak pihak harus menaruh perhatian serius pengentasan perundungan di kalangan anak-anak dan remaja.

Bukan hanya yang terjadi di Tasikmalaya saja, sebab, menurutnya data dari Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018 menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara kelima tertinggi angka perundungan di dunia setelah Filipina, Brunei Darussalam, Republik Dominika, dan Maroko. "Perundungan bisa dikatakan adalah masalah bangsa dan kita tidak boleh permisif atas tindakan-tindakan perundungan. Secara global, angka siswa di Indonesia yang pernah mengalami perundungan mencapai 41,1 persen. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari rerata negara-negara OECD," ucap Amel.

Dia mendorong peran serta Kementerian Pendidikan untuk mengembangkan kurikulum dengan menerapkan prinsip-prinsip anti perundungan. Institusi pendidikan, tambah Amel, memiliki kontribusi besar terhadap perbaikan-perbaikan yang sifatnya perilaku terhadap anak didiknya. "Materi-materi antiperundungan dapat disisipkan agenda-agenda sekolah sebagai upaya antisipasi segala bentuk perundungan. Bisa juga dalam setiap materi mata pelajaran seperti pendidikan kewarganegaraan, agama, dan muatan lokal," kata Amel.

Dengan begitu, diharapkan persoalan perundungan dapat berkurang sehingga kasus-kasus seperti di Tasikmalaya tidak terulang lagi di daerah lain.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement