Sabtu 30 Jul 2022 10:24 WIB

Menlu Turki dan Jerman Adu Argumen dalam Sebuah Konpres di Istanbul

Keduanya saling berdebat soal perselisihan antara Ankara dan Athena dan topik lain.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Andri Saubani
 Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu.
Foto: AP/Burhan Ozbilici
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Menteri luar negeri Turki dan Jerman berdebat tentang berbagai masalah dalam konferensi pers yang tegang dan berlarut-larut pada Jumat (29/7/2022). Keduanya saling bertikai atas perselisihan antara Ankara dan Athena, filantropis Osman Kavala yang dipenjara, dan kelompok Kurdistan.

Konferensi pers yang dimulai satu jam lebih lambat dari yang dijadwalkan dan berlangsung selama satu jam ini dimulai dengan pernyataan tenang oleh kedua menteri. Namun, suasana menjadi semakin tegang karena mereka saling mengkritik kebijakan satu sama lain.

Baca Juga

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, Jerman telah kehilangan ketidakberpihakannya dalam menengahi antara Turki, Yunani dan Siprus. Dia menegaskan, Jerman seharusnya mendengarkan semua pihak tanpa prasangka.

"Negara ketiga, termasuk Jerman, tidak boleh menjadi alat provokasi dan propaganda terutama oleh Yunani dan pihak Siprus Yunani," kata Cavusoglu saat konferensi pers di Istanbul.

Hubungan antara Athena dan Ankara tegang karena serangkaian masalah mulai dari penerbangan hingga klaim yang bersaing untuk perairan lepas pantai. Sedangkan Siprus yang dipartisi pada 1974 ketika Turki menginvasi sepertiga utaranya sebagai tanggapan atas kudeta singkat yang diilhami Yunani adalah titik utama perpecahan.

Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengatakan, masalah tidak dapat diselesaikan di Mediterania timur dengan meningkatkan ketegangan. Dia kemudian mengalihkan perhatian ke filantropis Kavala dan meminta Turki untuk menerapkan putusan Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR).

"Adalah tanggung jawab saya sebagai menteri luar negeri untuk menghormati dan membela keputusan ECHR, tanpa kecuali dan setiap saat," katanya seraya menambahkan bahwa Kavala harus dibebaskan.

ECHR mengatakan bulan ini, bahwa Turki belum menerapkan putusan 2019 atas Kavala. Tindakan itu sebagai bagian dari proses pelanggaran yang dapat membuat Ankara diskors dari Dewan Eropa yang merupakan pengawas hak asasi manusia.

Cavusoglu menanggapi dengan mengatakan Yunani, Norwegia, dan Jerman juga tidak menerapkan keputusan lain oleh ECHR dan menuduh Jerman mendanai Kavala. Kavala dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat pada April atas tuduhan mendanai protes nasional "Gezi" pada 2013.

"Mengapa Anda terus-menerus mengungkit Osman Kavala? Karena Anda menggunakan Osman Kavala untuk melawan Turki. Kami tahu berapa banyak dia didanai selama peristiwa Gezi," kata Cavusoglu.

ECHR memutuskan pada 2019 bahwa penahanan Kavala bertujuan untuk membungkamnya dan bukti tidak cukup untuk mendukung tuduhan terhadapnya. Cavusoglu juga mengkritik Berlin karena merangkul kelompok Kurdistan.

Baerbock menyangkal tuduhan tersebut. Dia mengatakan, Jerman serta Uni Eropa memperlakukan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang telah melakukan pemberontakan selama puluhan tahun melawan Turki sebagai organisasi teroris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement