Kamis 04 Aug 2022 14:14 WIB

PBHI: Saksi dan Tersangka Kasus Brigadir J Harus Dilindungi Haknya

Jangan ada tekanan bagi siapapun yang memberikan keterangan dalam pengusutan.

Red: Joko Sadewo
Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Julius Ibrani  (kiri) mengatakan, negara harus memastikan setiap pihak yang terlibat harus dipenuhi dan dilindungi hak-haknya, baik sebagai saksi atau tersangka. (foto ilustrasi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Julius Ibrani (kiri) mengatakan, negara harus memastikan setiap pihak yang terlibat harus dipenuhi dan dilindungi hak-haknya, baik sebagai saksi atau tersangka. (foto ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, mengatakan, negara harus memastikan setiap pihak yang terlibat harus dipenuhi dan dilindungi hak-haknya, baik sebagai saksi atau tersangka.

"Harus dipastikan bahwa tidak ada pelanggaran hak, seperti adanya intimidasi/tekanan ataupun paksaan bagi siapapun yang dapat memberikan keterangan maupun informasi demi titik terang pengusutan tragedi ini,” kata Julius, dalam siaran pers, Kamis (4/8/2022).

Diingatkannya, dalam kerangka criminal justice system, konstruksi persamaan di mata hukum merujuk pada asas due process of law. Ini wajib untuk dipatuhi dalam penyidikan kematian Brigadir J. “Penyidikan kematian Brigadir J mutlak bersifat independen, tak memihak, dan tak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan atau kekuatan apa pun,” ungkapnya.

Kinerja Tim Khusus Mabes Polri dapat dinilai dari indikator proses Pro Justitia: memastikan peristiwa yang terjadi, mencari alat bukti seperti saksi, CCTV, administrasi dan penggunaan senjata api, serta informasi yang menguatkan substansi, salah satunya dengan menggunakan metode investigasi kejahatan (penyidikan) berbasis ilmiah (scientific crime investigation).

Dalam konteks ini, lanjutnya, setiap keterangan saksi harus diuji secara ilmiah dan tidak boleh bersifat sepihak. Hal ini karena beragam keganjilan yang terjadi di mata publik dan keluarga Brigadir J, harus terjawab secara transparan dan akuntabel.

Akuntabilitas dalam pro justitia, menurutnya, juga harus diperhatikan. Mengingat pihak-pihak yang berkaitan dengan kasus Brigadir J berlatar belakang sama, yakni anggota Polri yang kepangkatannya berjenjang.

Menurut Julius, penting untuk memastikan akuntabilitas dengan menguatkan peran lembaga pengawasan eksternal. Seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman RI, LPSK, Kompolnas, bahkan Kejaksaan.

“Komnas HAM wajib memastikan peristiwa kematian Brigadir J apakah telah terjadi atau tidak pelanggaran HAM, baik yang bersifat mandiri maupun adanya unsur komando,” paparnya.

Kerja Tim Khusus Mabes Polri dan pengawasan Eksternal dalam menyelesaikan kasus ini, menurutnya, akan menjadi perhatian serius oleh masyarakat. Pengawasan masyarakat menjadi bagian elemen penting dalam menuntaskan kasus ini.

Sementara hal krusial bagi publik luas adalah masalah keamanan dan keselamatan, mengenai penggunaan kekuatan senjata api oleh Polri. Aparat kepolisian wajib mematuhi standar pada Resolusi Majelis Umum PBB mengenai penggunaan kekerasan dan penggunaan senjata api.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement