Ahad 07 Aug 2022 07:42 WIB

Prof Quraish Shihab Kecewa Bukunya tak Dikritik di Pameran IBF

Prof Quraish Shihab meluncurkan buku barunya.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Majelis Hukama Muslimin (MHM) kantor cabang Indonesia bekerjasama dengan Penerbit Lentera Hati meluncurkan karya terbaru Prof M Quraish Shihab yang berjudul Toleransi: Ketuhanan, Kemanusiaan dan Keberagamaan di pameran IBF 2022, Gedung JCC, Sabtu (6/8/2022).
Foto: Republika/Muhyiddin
Majelis Hukama Muslimin (MHM) kantor cabang Indonesia bekerjasama dengan Penerbit Lentera Hati meluncurkan karya terbaru Prof M Quraish Shihab yang berjudul Toleransi: Ketuhanan, Kemanusiaan dan Keberagamaan di pameran IBF 2022, Gedung JCC, Sabtu (6/8/2022).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Majelis Hukama Muslimin (MHM) kantor cabang Indonesia bekerjasama dengan Penerbit Lentera Hati meluncurkan karya terbaru Prof M Quraish Shihab yang berjudul "Toleransi: Ketuhanan, Kemanusiaan dan Keberagamaan" di pameran IBF 2022, Gedung JCC, Sabtu (6/8/2022). Launching buku ini dihadiri langsung oleh Prof Quraish bersama putrinya, Najwa Shihab. 

Di akhir acara tersebut, sang penulis sempat diminta untuk menyampaikan satu atau dua kalimat. Dalam kalimat pertamanya, Prof Quraish menyampaikan terimakasih kepada dua narasumber, Dirjen Bimas Islam Prof Kamaruddin Amin dan Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Cabang Indonesia TGB HM Zainul Majdi yang sudah banyak memuji bukunya. 

Baca Juga

Namun, dalam kalimat keduanya, cendikiawan muslim Indonesia ini merasa kecewa lantaran bukunya yang dibedah tidak mendapatkan kritikan dari dua narasumber tersebut. 

"Kalimat kedua, saya sangat menyayangkan bahwa tidak ada kritik, tidak ada suatu karya yang tidak ada kekurangannya, tidak ada, kecuali Alquran. Apalagi kalau yang menulis itu manusia biasa," ujar Prof Quraish. 

Saat acara berlangsung sebenarnya dua narasumber tersebut sudah diminta oleh Muchlis M Hanafi selaku moderator untuk memberikan kritik. Namun, tampaknya Prof Kamaruddin dan Zainul Majdi enggan untuk memberikan kritiknya lantaran menghormati sang guru. Zainul Majdi sendiri hanya menyampaikan kritik yang memuji, yakni buku "Toleransi" tersebut dianggap kurang tebal. 

Seharusnya, kata Prof Quraish, dalam bedah buku tersebut ada kritik untuk perbaikan ke depan. "Jadi mestinya ada kritik dan kritik itu kita harapkan untuk perbaikan cetakan yang akan datang. Kalau tidak ada kritik bagaimana? itu sebabnya saya sebenarnya saya tidak akan hadir di sini. Tadi pun saya katakan, saya mau di belakang, tapi disiapkan kursi di sini," ucap Prof Quraish. 

"Anyway terimakasih kepada Majelis Hukama yang sudah bersedia untuk ikut serta dalam mencetak buku ini," kata Prof Quraish menambahkan. 

Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Lentera Hati bekerja sama dengan Majelis Hukama Muslimin (MHM) kantor cabang Indonesia. Sinergi dalam penerbitan buku ini dilakukan sebagai bagian dari ikhtiar  dalam mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian, serta mengkonsolidasikan nilai-nilai dialog dan toleransi, sebagaimana yang menjadi tujuan keterlibatan MHM dalam IBF kali ini.

Terbit awal Agustus 2022, buku ini menjelaskan bahwa perbedaan dalam hal apa pun adalah rahmat. Karenanya diperlukan toleransi. Prof Quraish mendefinisikan toleransi sebagai pengakuan eksistensi terhadap pihak lain menyangkut diri, keyakinan, dan pandangannya tanpa harus membenarkan. Makna toleransi ini didukung oleh beberapa ulama terkemuka dalam Islam.

Prof Quraish mendasarkan argumennya saat menulis tema toleransi ini pada beberapa ayat Alquran, salah satunya QS al-Hujurat (49): 13 yang menjelaskan keragaman dalam kehidupan, baik dari kesukuan, warna kulit, keyakinan, dan lain-lain. Penjelasan Alquran yang diikuti dengan teladan-teladan yang telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW membuktikan bahwa toleransi telah menjadi keniscayaan sejak masa sebelum globalisasi. 

Karena itu, Prof Quraish menegaskan bahwa dewasa ini, di era globalisasi, dunia diibaratkan telah menjadi bagaikan “desa kecil” atau dalam istilah Nabi Muhammad SAW sebagai kehidupan dalam suatu perahu. "Dewasa ini dalam keadaan demikian, sungguh amat penting semua kita bekerja sama menghindarkan tenggelamnya perahu yang kita tumpangi bersama. Salah satu upaya yang terpenting adalah memahami dan menggalakkan toleransi baik antarumat beragama, maupun antara umat seagama bahkan antarsesama umat manusia. Inilah motivasi utama penulis menghidangkan buku ini," kata Prof Quraish.

Buku ini juga menjelaskan posisi manusia dalam konteks ketuhanan dan kemanusiaan yang diikuti dengan dalil dan sekaligus pedomannya. Dalam buku ini, penulis menegaskan bahwa kemanusiaan selalu beriringan dengan keberagamaan. Dengan menampilkan banyak kisah dalam Alquran tentang teladan dan praktik toleransi, kisah perjalanan dakwah Nabi SAW yang diikuti oleh sahabat, tabiin, dan para ulama, buku ini membuktikan bahwa perbedaan tidak menegasikan penghormatan dan penghormatan tidak berarti pembenaran, baik dalam hubungan sesama muslim atau agama lain. 

Buku ini mengajarkan pembaca untuk dapat memberikan penilaian terhadap kesalahan, namun bukan membenci yang bersalah; membenci kedurhakaan, tetapi mengasihi dan memaafkan yang berdosa; mengkritik pendapat, dengan tetap menghormati pengucapnya, menyembuhkan penyakit dan mengusir penderitaan, bukan mengenyahkan yang sakit, bukan juga mengusir penderita.

Dirjen Bimas Islam Kemenag, Prof Kamaruddin Amin mengatakan, meskipun buku berjudul Toleransi ini kecil, tapi padat dengan rujukan Alquran, hadis, bahkan sejarah. Misalnya disebutkan bahwa Khalifah Umar ketika dipersilakan untuk shalat di dalam gereja, ia memilih untuk shalat di tangga. Umar khawatir, jika shalat di dalam gereja, nanti umat Islam akan mengklaim gereja itu miliknya, lalu mereka mengubahnya menjadi masjid. 

Sementara itu, TGB Zainul Majdi melihat bahwa Prof Quraish dalam buku terbarunya ini ingin meletakkan sesuatu pada tempatnya. Menurut TGB, panggilan akrabnya, kemampuan untuk meletakkan sesuatu pada tempatnya itu sangat penting, di dalam berislam, bersosialisasi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebab, itulah ajaran Islam. 

“Rasulullah, ketika bicara tentang akidah dan ritual ibadah dengan ketika berbicara tentang muamalah itu berbeda. Kalau bicara tentang akidah itu singkat dan sederhana, tidak ada improvisasi dalam akidah,” ujar TGB. 

“Terkait ritual ibadah, juga sama dengan akidah, prinsipnya mengikut saja. Misalnya, shalatlah sebagaimana shalat Rasulullah. Hal itu, berbeda dengan saat bicara tentang muamalah," jelas TGB.

Sementara itu, Direktur Penerbit Lentera Hati, Nasywa Shihab mengemukakan secara khusus alasan terbitnya buku bertema toleransi ini. Menurut dia, Indonesia adalah negara yang sangat beragam, baik agama, suku, ras, budaya, dan lainnya. Keragaman itu bahkan ada di internal masing-masing agama, termasuk Islam. 

Pada saat yang sama, dunia saat ini sedang dihadapkan pada adanya praktik intoleransi, termasuk yang saat ini dirasakan marak di media sosial. Agama dimainkan untuk isu politik, saling menyalahkan dan memurtadkan, serta dinamika lainnya. 

“Buku ini penting untuk hadir ke publik, tidak hanya untuk memahami makna toleransi, tapi juga sejumlah nilai yang diajarkan Alquran dan praktik yang diteladankan Nabi Muhammad saw,” kata Nasywa.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement