Senin 08 Aug 2022 14:15 WIB

Negosiator JCPOA Optimistis akan Capai Kesepakatan

Duta besar Rusia mengatakan tinggal tiga atau empat isu lagi yang perlu dibahas.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Matahari terbenam di belakang Palais Coburg di mana pembicaraan nuklir tertutup berlangsung di Wina, Austria, Jumat, 5 Agustus 2022. Putaran baru pembicaraan tentang kebangkitan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) dimulai di Wina pada Kamis.
Foto: AP Photo/Florian Schroetter
Matahari terbenam di belakang Palais Coburg di mana pembicaraan nuklir tertutup berlangsung di Wina, Austria, Jumat, 5 Agustus 2022. Putaran baru pembicaraan tentang kebangkitan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) dimulai di Wina pada Kamis.

REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Negosiator dalam perundingan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 mengatakan mereka optimistis pada kemungkinan mencapai kesepakatan untuk membatasi pengayaan uranium Iran. Perjanjian nuklir ini dikenal Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

"Kami berada 5 menit atau 5 detik dari garis finis," kata Duta Besar Rusia Mikhail Ulyano di depan Palais Coburg, di hari keempat perundingan, Ahad (7/8/2022) kemarin. Ia mengatakan tinggal tiga atau empat isu lagi yang perlu dibahas.

Baca Juga

"Mereka sensitif, terutama bagi orang Iran dan Amerika, saya tidak bisa menjamin, tapi terdapat kesan kami sedang bergerak ke arah yang tepat," tambahnya.

Negosiator dari Uni Eropa, Enrique Mora juga mengatakan "sangat" optimistis tentang kemajuan perundingan sejauh ini.

"Kami bergerak maju, dan saya kira kami akan segera menutup negosiasi," katanya pada media Iran.

Negosiator dari Iran, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa kembali ke meja perundingan pada Kamis (4/7/2022) untuk mengaktifkan kembali JCPOA setelah mengalami kebuntuan selama berbulan-bulan.

Sejak kesepakatan de facto terhenti, Iran menghidupkan kembali sentrifugalnya dan dengan cepat menumpuk uranium yang diperkaya. Iran menandatangani JCPOA dengan Inggris, AS, Prancis, Jerman, Rusia dan China pada 2015 lalu.

Kesepakatan itu membatasi pengayaan uranium Iran di bawah pengawasan PBB. Dengan imbalan sanksi-sanksi ekonomi yang diterapkan pada mereka dicabut.

Pada 2018 lalu mantan Presiden Donald Trump menarik AS secara sepihak dari kesepakatan itu. Ia mengatakan akan menegosiasikan kesepakatan yang lebih kuat tapi akhirnya tidak terjadi sampai masa jabatannya berakhir.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement