Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asri Hartanti on Ahaa Channel

Kasus Siswa SMA N 1 Banguntapan Betulkah Pemaksaan?

Eduaksi | Wednesday, 10 Aug 2022, 09:50 WIB

Merasa dipaksa memakai jilbab, seorang siswa SMAN 1 Banguntapan depresi dan mengadu pada Ombudsman Republik Indonesia. Demikian laporan dari Detikjateng pada hari Jum’at, 29 Juli 2022. Kepala ORI Yogyakarta Budhi Masturi akan menelusuri dugaan perudungan dalam peristiwa tersebut. Selanjutnya, beliau mengatakan bahwa pemaksaan penggunaan jilbab di sekolah negeri yang tidak berbasis agama bisa dikategorikan perudungan.

Lalu pertanyaannya adalah sejak kapan mendidik siswa dikategorikan perudungan? Bukannya fungsi pendidikan adalah melatih melakukan kebaikan, dimana kebaikan dalam Islam berarti mengikuti syari’at? Apakah sejak ada propaganda framing buruk terhadap Islam?

Nampaknya, propaganda framing buruk terhadap Islam merupakan penjelasan paling masuk akal dari kasus ini. Pernyataan Kepala ORI Yogyakarta Budhi Masturi bahwa kejadian ini bisa dikategorikan pemaksaan kehendak karena ini terjadi di SMA negeri adalah sesuatu yang sifatnya mengada-ada. Dari pernyataan tersebut bisa disimpulkan bahwa di Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, maupun Aliyah, pemaksaan penggunaan jilbab boleh dilakukan. Padalal, penggunaan jilbab di sekolah-sekolah tersebut bersifat pilihan masing-masing. Dengan kata lain, tidak ada pemaksaan penggunaan jilbab di sekolah-sekolah tersebut. Yang ada adalah siswa dengan sadar menentukan pilihannya, dan sadar pula akan konsekuensinya. Ketika memilih bersekolah di Madrasah Aliyah misalnya, mereka sadar bahwa konsekuensi dari mengambil keputusan tersebut adalah untuk berjilbab paling tidak ketika bersekolah.

Kembali pada masalah pemaksaan kehendak menggunakan jilbab di SMA negeri, sepatutnya dan sewajarnya, seorang pendidik mengarahkan kepada hal yang benar terhadap siswanya. Seorang pendidik, ketika paham bahwa seorang wanita muslimah baligh namun belum mau menutup aurat, selayaknya harus menganjurkan siswa tersebut untuk menutup aurat dengan memakai jilbab, bukannya malah menyerahkan sepenuhnya pada siswa tersebut dan tidak berbuat apa-apa.

Lalu jika ada isu pemaksaan dan kemudian perudungan, maka hal ini perlu dipertanyakan. Guru tidak mungkin mempertaruhkan kariernya dan tentu saja nama baik sekolah dimana dia mengajar dengan melakukan hal semacam itu. Lagipula, bukan tidak mungkin kasus ini dibumbui di sana dan di sini, mengingat agenda penggembosan Islam sangatlah gencar dilaksanakan.

Ini artinya, di negara demokrasi ini, dimana konon kabarnya , semua berhak menganut agama dan kepercayaan masing-masing, ternyata tidak terbukti. Guru tersebut hanya melakukan apa yang dia percayai, yaitu membimbing anak didiknya agar menjadi muslimah yang lebih baik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image