Rabu 10 Aug 2022 16:03 WIB

Kemenkes Pastikan Subvarian BA.4.6 Belum Ada di Indonesia

CDC sebelumnya melaporkan subvarian BA.4.6 sudah menyebar di AS.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Nora Azizah
CDC sebelumnya melaporkan subvarian BA.4.6 sudah menyebar di AS.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
CDC sebelumnya melaporkan subvarian BA.4.6 sudah menyebar di AS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain Omicron BA.4 dan BA.5, kini muncul lagi subvarian Omicron BA.4.6 yang disebut lebih menular dibandingkan varian lainnya. Laporan Centres for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat menyebutkan, 4,1 persen kasus Covid-19 di negara itu mendeteksi subvarian baru Omicron BA.4.6 hingga 30 Juli 2022.

Meski angka kasus nasional terhitung 4,1 persen tetapi di 4 negara bagian Amerika yaitu Iowa, Kansas, Missouri, dan Nebraska angkanya mencapai 10,7 persen.Bahkan BA.4.6 sudah dilaporkan ada di 43 negara, dan diperkirakan sudah ada sejak beberapa minggu yang lalu.

Baca Juga

Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, dr. Mohammad Syahril memastikan hingga kini varia BA.4.6 belum terdeteksi di Indonesia. Namun, ia tetap meminta masyarakat untuk selalu waspada.

"Yang ini (BA.4.6) belum ada, belum itu. BA.4 dan BA.5 yang sudah ada saat ini. Kemudian BA.25," ujar Syahril di Jakarta, Rabu (10/8/2022).

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI, Prof. Tjandra Yoga Aditama menjelaskan berdasarkan laporan yang ada, sudah ada setidaknya 5.681 samples BA.4.6 dalam 3 bulan terakhir ini. "Dan ini juga sudah dimasukkan dalam database dari GISAID (Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data) yang sudah kita kenal luas," ujar Tjandra kepada Republika, Rabu (10/8).

Kemudian, informasi yang dikutip dari dari The Centre for Medical Genomics at di Rumah Sakit Ramathibodi Thailand menyebutkan BA.4.6 adalah 15 persen lebih mudah menular daripada BA.5 di dunia secara umum. Bahkan, BA.4.6 juga nampaknya dapat sampai 28 persen lebih mudah menular daripada BA.5 di Asia.

"BA.4.6 juga 12 persen lebih mudah menular dibanding BA.2.75 di dunia secara umum, dan bahkan dapat sampai 53 persen lebih mudah menular dari BA.2.75 di Asia," ungkap Tjandra.

Selain itu, subvarian BA.4.6 secara genomik agak mirip dengan BA.4. Perbedaannya adalah pada mutasi Spike atau tonjolan R346T.

Secara umum, lanjut Tjandra, belum ada bukti bahwa BA.4.6 akan menimbulkan penyakit lebih berat, atau apakah dapat menghindar dari imunitas, atau apakah resisten terhadap vaksin . Oleh karenanya ia meminta masyarakat untuk tidak terlalu khawatir.

"Tentu kita tidak perlu kawatir berlebihan dengan kembali adanya sub varian baru ini, karena varian/sub varian baru memang mungkin akan ada dari waktu ke waktu. Tetapi, perkembangan ini juga tidak boleh dianggap remeh. Perlu di periksa dengan amat cermat tentang kemungkinan ada tidaknya BA.4.6 di negara kita, apalagi di tengah kenaikan kasus sekarang ini," tutur Tjandra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement