Rabu 10 Aug 2022 22:11 WIB

Pembunuhan Berencana dalam Pandangan Islam

Islam melarang pembunuhan berencana.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Muhammad Hafil
 Pembunuhan Berencana dalam Pandangan Islam. Foto: Pembunuhan (Ilustrasi)
Foto: pixabay
Pembunuhan Berencana dalam Pandangan Islam. Foto: Pembunuhan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia sedang dihebohkan oleh kasus pembunuhan berencana yang diduga dilakukan oleh oknum penegak hukum. Adanya dugaan keterlibatan puluhan oknum penegak hukum di kasus ini, makin membuat masalah ini disorot publik.

Tentu membunuh adalah perbuatan yang dilarang dalam aturan apapun dan di manapun. Terutama dalam ajaran Islam, membunuh orang tanpa alasan yang dibenarkan syariat adalah dosa besar.
 
Allah SWT berfirman:

Baca Juga

وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدًا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمًا

 
Artinya: "Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya." (QS. An-Nisa: 93).
 
Dalam ayat lain, membunuh satu orang manusia disebut seperti membunuh manusia seluruhnya.

مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ أَنَّهُۥ مَن قَتَلَ نَفْسًۢا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِى ٱلْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحْيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَآءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِٱلْبَيِّنَٰتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَٰلِكَ فِى ٱلْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

 
Artinya: "Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi." (QS. Al-Maidah: 32).
 
Dilansir dari Islamweb, dengan sebagian dalil tentang larangan membunuh di atas, maka jelas membunuh jiwa yang dengan sengaja atau terencana dilarang Allah SWT. Perbuatan ini dianggap sebagai dosa besar dalam Islam. Meski begitu, tetap ada cara untuk bertaubat bagi pembunuh tersebut.
 
Dalam sebuah hadist, Nabi Muhammad SAW bersabda:

وَعَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ مَالِكِ بْنِ سَنَانٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ فَأَتَاهُ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ لَا فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدْ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلَائِكَةُ الْعَذَابِ فَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلًا بِقَلْبِهِ إِلَى اللَّهِ وَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِي صُورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ فَقَالَ قِيسُوا مَا بَيْنَ الْأَرْضَيْنِ فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ فَقَاسُوهُ فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي أَرَادَ فَقَبَضَتْهُ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ قَالَ قَتَادَةُ فَقَالَ الْحَسَنُ ذُكِرَ لَنَا أَنَّهُ لَمَّا أَتَاهُ الْمَوْتُ نَأَى بِصَدْرِهِ نَحْوِهَا

 
Artinya: Abu Sa’id, Sa’d bin Malik bin Sinan Al-Khudri RA berkata bahwa Nabi SAW bersabda:
 
“Di kalangan masyarakat sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang telah membunuh 99 orang. (Karena ingin bertaubat), ia bertanya kepada seseorang, di mana orang yang paling banyak ilmunya berada? Ia ditunjukkan kepada seorang pendeta, lalu ia mendatangi pendeta itu.
 
Orang yang mengantar berkata (kepada si pendeta), ‘Ia telah membunuh 99 orang. Apakah ia masih memiliki peluang bertaubat.’

(Laki-laki pembunuh itu naik pitam) lalu membunuh si pendeta. Dengan demikian, ia telah membunuh seratus orang.

Pembunuh itu bertanya kembali tentang keberadaan orang yang paling banyak ilmunya. Ia ditunjukkan kepada seorang ulama. (Sesampainya di tempat ulama itu), orang yang mengantar berkata, ‘Ia telah membunuh seratus orang, apakah masih terbuka pintu taubat baginya?’

 
Ulama itu menjawab, ‘Ya. Tidak ada yang menghalangi Allah untuk menerima taubat. Berangkatlah ke daerah ini dan ini. Di sana ada kaum yang menyembah Allah. Beribadahlah bersama mereka. Jangan kembali ke lingkunganmu, karena lingkunganmu adalah lingkungan yang buruk (penuh maksiat).’
 
Laki-laki itu berangkat (memenuhi nasihat ulama itu). Di tengah perjalanan, ia meninggal dunia.

Malaikat rahmat dan malaikat azab bertengkar (memperebutkannya). Malaikat rahmat berkata, ‘Dia telah datang dalam keadaan bertaubat. Hatinya tertuju kepada Allah (karena itu, dia adalah bagianku).’ Malaikat azab berkata, ‘Dia belum melakukan kebaikan sedikit pun (karena itu, dia bagianku).’

Kemudian, datanglah seorang malaikat dalam bentuk manusia. Kedua malaikat itu mengangkatnya untuk menjadi penengah.

 
Dia (malaikat penengah) berkata, ‘Ukurlah jarak dua tanah itu (tanah yang mengarah ke tempat pemberangkatan laki-laki yang akan bertaubat dan tanah yang akan dituju). Ke manakah dia lebih dekat, maka laki-laki ini miliknya.’

Dua malaikat mengukur tanah tersebut. Setelah itu, diketahui bahwa si pembunuh lebih dekat dengan tanah yang akan ditujunya. Dengan demikian, malaikat rahmatlah yang berhak mengambilnya.” (Muttafaq ‘alaih)

Di dalam riwayat lain disebutkan: “Jarak ke tanah yang akan dituju lebih dekat satu jengkal, maka ia menjadi golongannya.”

 
Di dalam riwayat lain disebutkan: “Allah memerintahkan kepada tanah tempat pemberangkatan untuk menjauh dan memerintahkan kepada tanah tempat tujuan untuk mendekat, lalu berfirman, ‘Ukurlah keduanya.’ Mereka mendapati bahwa tanah tujuan lebih dekat satu jengkal, maka dosa-dosanya diampuni.’”

Di dalam riwayat lain disebutkan: “Dada orang tersebut mendekat ke arah tanah yang dituju.”

 
Namun meski seorang pembunuh bisa bertaubat dari dosanya, ia harus tetap melakukan penebusan atau kafarat. Adapun kafarat dari membunuh adalah membebaskan budak yang beriman dan bila tidak bisa, maka puasa selama dua bulan secara berturut-turut.
 
Walaupun bisa melakukan kafarat, hal ini hanya berlaku jika wali dari korban yang terbunuh tidak meminta untuk qisash atau hukuman yang sama, dalam hal ini dibunuh juga. Maka hukuman qisash ini akan menjadi kafarat bagi pelaku di dunia.

Adapun kafarat selain dengan qisash, yaitu memerdekakan budak, diambil dari sabda Nabi Muhammad SAW berikut:

قَالَ أَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَاحِبٍ لَنَا أَوْجَبَ يَعْنِي النَّارَ بِالْقَتْلِ فَقَالَ أَعْتِقُوا عَنْهُ يُعْتِقْ اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنْهُ مِنْ النَّارِ

 

Artinya: "Kami pernah datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menanyakan perihal sahabat kami yang telah divonis neraka karena sebab membunuh. Beliau kemudian bersabda: "Bebaskan budak untuknya, maka Allah akan membebaskan dengan setiap anggota badan budak tersebut satu anggotan badannya dari Neraka." (HR. Ahmad dan Abu Daud).

Salah satu imam madzhab, Asyafi'i berkata:

"Jika penebusan dosa diperlukan untuk suatu kesalahan, maka itu lebih diperlukan untuk pembunuhan yang disengaja. Terutama jika wali korban tidak memaafkannya. Adapun jika walinya telah wafat, maka kafarat dibayarkan kepada baitul mal umat Muslim." 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement