Kamis 11 Aug 2022 22:25 WIB

Cegah Kasus Selain ACT, Risma akan Kaji Ulang UU Filantropi

UU Filantropi tidak pernah direvisi sejak 1961.

Rep: Febryan. A/ Red: Andri Saubani
Menteri Sosial Tri Rismaharini menyatakan akan mengkaji ulang UU Filantropi sebagai upaya mencegah kasus seperti ACT. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Menteri Sosial Tri Rismaharini menyatakan akan mengkaji ulang UU Filantropi sebagai upaya mencegah kasus seperti ACT. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini akan mengkaji ulang Undang Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (PUB). Langkah ini diambil untuk mencegah penyelewengan dana donasi seperti yang dilakukan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Risma mengatakan, keputusan untuk mengkaji ulang UU yang sudah berusia 61 tahun tersebut merupakan usulan tim khusus pengawas lembaga filantropi. Sejak ditetapkan tahun 1961, UU tersebut tak pernah direvisi.

Baca Juga

"UU-nya sudah sejak tahun '61, sehingga tadi ada usulan untuk me-review, kami siap untuk me-review supaya tidak ada kasus lain," ujar Risma usai bertemu sejumlah lembaga yang terlibat dalam timsus pengawas filantropi di Kantor Kemensos, Jakarta, Kamis (11/8/2022).

Tetapi, Risma belum memastikan apakah akan mengusulkan untuk merevisi UU tersebut kepada Presiden atau tidak. Dia bilang, keputusan soal revisi akan diambil setelah proses pengkajian ulang rampung dilakukan.

Risma menambahkan, proses evaluasi regulasi ini akan berjalan beriringan dengan proses pengusutan izin semua lembaga filantropi. Tim khusus akan mengusut kepatuhan semua lembaga filantropi pemegang PUB terhadap ketentuan berlaku.

"Jadi evaluasi regulasi dan pengawasan berjalan pararel, karena pengawasan lembaga filantropi sudsh mendesak," ujarnya.

Timsus yang dibentuk Risma ini diisi oleh staf Kemensos, aparat Bareskrim Polri, Kejaksaan RI, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kemenkumham, dan Kemenkominfo.

Sebelumnya, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mendesak pemerintah segera merevisi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. "Dengan adanya momentum ini (kasus ACT), seharusnya pemerintah dan DPR buru-buru koreksi UU-nya untuk membuat sistem yang lebih akuntabel," kata Bivitri dalam diskusi daring, dikutip Senin (11/7/2022).

Untuk diketahui, Kemensos mencabut izin lembaga ACT karena kedapatan menggunakan 13,7 persen dana donasi untuk kebutuhan operasional. Padahal, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan hanya memperbolehkan penggunaan dana donasi untuk operasional paling banyak 10 persen.

Di sisi lain, Polri juga tengah menyidik kasus dugaan penyelewengan dana berjumlah puluhan miliar rupiah di ACT. Sejauh ini, empat pimpinan lembaga itu sudah dijadikan tersangka. Polisi menyatakan, empat tersangka menggunakan dana donasi untuk gaji mereka yang besar, dan untuk sejumlah perusahaan serta kegiatan yang tak sesuai peruntukan.

Baca juga : Bareskrim Minta Pemerintah Take Down Semua Konten Promosi ACT di Medsos

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement