Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Berani Bersikap Tidak Jujur akan Mengantarkan Seseorang Gagal Mati Syahid

Agama | Saturday, 13 Aug 2022, 06:39 WIB

Sejak maraknya gerakan terorisme, segelintir orang awam berpandangan sempit terhadap mati syahid. Tak sedikit pula orang yang menjadi phobia terhadap istilah mati syahid. Betapa tidak, kematian yang mulia ini dipahami sebagai kematian yang mengerikan.

Segelintir orang memiliki pemahaman bahwa seseorang yang ingin mati syahid harus membawa ransel berisi bom yang siap meledak, menghancurkan tubuhnya, dan melukai banyak orang. Tentu saja pemahaman seperti ini sangat salah dan menyempitkan makna dan hakikat mati syahid.

Dalam ajaran Islam, selama benar-benar memenuhi persyaratan yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan, mati syahid merupakan kematian yang berderajat mulia. Perlu digarisbawahi, mati syahid dalam ajaran Islam tidak sesempit yang dibayangkan segelintir orang, yakni bunuh diri dengan meledakkan bom di tempat-tempat tertentu yang menelan banyak korban.

Rasulullah saw menganjurkan kepada kita untuk senantiasa memohon kepada Allah swt agar setiap perbuatan baik yang kita lakukan dapat mengantarkan diri kita kepada derajat mati syahid yang berpahala surga. Siapapun yang memohon kepada Allah agar diwafatkan dalam keadaan mati syahid, ia akan ditakdirkan-Nya mati syahid sekalipun ia meninggal di atas tempat tidurnya.

Bukan hanya dalam perbuatan yang berskala besar, dalam melakukan perbuatan yang sangat sederhana sekalipun seperti memakai baju baru, kita dianjurkan berdo’a agar baju yang kita pakai menjadi hiasan yang baik terhadap tubuh dan akhlak, seraya dapat mengantarkan diri kita kepada derajat mati syahid (H. R. Ibnu, Sunan Ibnu Majah, Hadits Nomor 3557, Bab Maa Yaqulu Rajulu Idza Labisa Tsauban Jadidan).

Demikian pula halnya dengan profesi bisnis yang dilakukan dengan jujur. Profesi ini dapat mengantarkan seseorang kepada derajat mati syahid. Seorang pedagang yang jujur akan menjadi penghuni surga dikelompokkan bersama para Nabi, orang-orang saleh, dan orang-orang yang mati syahid.

Orang yang sabar ketika mendapatkan musibah, meninggal karena penyakit berat, meninggal karena melahirkan, meninggal karena tenggelam atau tertimpa longsor, juga tergolong ke dalam mati syahid. Namun demikian, kita harus benar-benar dapat menjaga keikhlasan dan keistikamahan dalam melakukan setiap perbuatan baik, seraya berusaha keras menjaga diri dari ucapan dan perbuatan yang dapat membatalkan pahala amal kita.

Dalam sebuah kisah disebutkan, pada masa Rasulullah saw terdapat seorang sahabat yang dinyatakan gagal mati syahid yang berpahala surga, padahal orang tersebut meninggal di tengah-tengah kancah peperangan Khaibar dengan berbagai luka tusukan senjata tajam yang menerpa tubuhnya. Melihat kondisi tersebut, beberapa orang sahabat Rasulullah saw berteriak “si Fulan syahid”. Mereka mengatakannya berkali-kali.

Rasulullah saw yang mendengar teriakan tersebut berkata, “Sekali-kali tidak. Sesungguhnya Allah telah memperlihatkan kepadaku, ia akan menjadi penghuni neraka.”

Mendengar perkataan tersebut, para sahabat merasa heran. Kemudian Rasulullah saw berkata, “Sesungguhnya temanmu itu telah menyembunyikan sebuah baju panjang dari harta ghanimah.” Karena ketidakjujuran orang tersebut, Rasulullah saw menolak untuk menyalatkannya, padahal harga barang yang disembunyikan orang tersebut tak lebih dari dua dirham.

Setelah melihat kasus tersebut, Rasulullah saw memerintahkan kepada Umar bin Khattab untuk mengingatkan kepada khalayak, “Tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang beriman.” (H. R. Muslim, Shahih Muslim, Kitab al Iman, hadits nomor 182).

Pelajaran yang dapat kita garisbawahi dari kisah tersebut adalah keimanan harus menjadi pondasi utama dalam menjalani kehidupan ini, terlebih-lebih jika kita sudah berhadapan dengan uang, harta benda, dan segala hal yang menyangkut kepentingan khalayak. Seseorang yang keimanannya menancap kuat di hatinya tak akan berani melakukan pengkhianatan terhadap hak orang lain atau milik umum. Ia tak akan berani mengambil dan memiliki sesuatu milik umum dengan cara yang tidak halal.

Seseorang yang konsisten dalam menjaga keimanannya akan selalu bersikap amanah. Ia akan manyadari, sekecil apapun harta yang diperolehnya dengan secara tidak benar, baik melalui pengkhianatan karena jabatan yang disandangnya atau dengan cara haram lainnya, hanya akan menjadi sandungan bagi dirinya dalam meraih kemuliaan dan kebahagiaan hidup di dunia, terlebih-lebih di akhirat kelak.

Selayaknya kita sering mengingatkan diri kita dan orang lain, sesuap makanan haram yang masuk ke dalam perut kita akan menjadi penghalang utama diterimanya segala ibadah yang kita lakukan, dan menjadi kunci pembuka masuknya api neraka ke dalam tubuh.

Sementara kebohongan dan pengkhianatan yang kita lakukan akan mengantarkan diri kita kepada kegagalan mendapatkan kemuliaan, seperti yang dialami salah seorang sahabat dalam perang Khaibar tadi. Ia gagal mati syahid karena melakukan pengkhianatan terhadap ghanimah, harta rampasan perang milik umat. Ketika sudah gagal mati syahid, maka gagal pula menjadi penghuni sorga.

Ilustrasi : Menjemput Syahid

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image