Ahad 21 Aug 2022 23:38 WIB

NU Women untuk Maksimalkan Sumbangsih Perempuan NU

NU Women bukan untuk menyaingi lembaga perempuan NU yang telah lama berdiri.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
 NU Women bukan untuk menyaingi lembaga perempuan NU yang telah lama berdiri. Foto:  (ilustrasi) logo nahdlatul ulama
Foto: tangkapan layar wikipedia
NU Women bukan untuk menyaingi lembaga perempuan NU yang telah lama berdiri. Foto: (ilustrasi) logo nahdlatul ulama

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Fahrurrozi (Gus Fahrur) menyampaikan, gagasan NU Women bertujuan untuk meningkatkan sumbangsih perempuan dalam pergerakan NU. Dia juga menekankan, NU Women bukan untuk menyaingi lembaga perempuan NU yang telah lama berdiri.

"Memang sebetulnya sudah ada, NU sudah punya lembaga Muslimat NU, Fatayat NU, dan lainnya. Tetapi NU Women bukan untuk menggantikan itu tetapi untuk memaksimalkan sumbangsih perempuan NU," tutur dia kepada Republika.co.id, Ahad (21/8/2022).

Baca Juga

NU Women, lanjut Gus Fahrur, mengkaji perubahan paradigma peradaban global pada perempuan. Perempuan pernah melewati masa di mana mereka dibatasi dalam bergerak atau aktif di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dia mengatakan, NU sendiri memiliki tokoh perempuan, yaitu Ny R Djuaesih dan Ny Siti Sarah, yang merupakan perintis Muslimat NU. Keduanya berpidato di depan para kiai pada Muktamar NU ke-13 di Menes, Banten, 1938.

Gus Fahrur menambahkan, NU punya pandangan yang realistis dan menyesuaikan dengan perubahan peradaban. Dia mengungkapkan, gerakan perempuan tentu harus diberi ruang sebagaimana dicontohkan ulama-ulama pada zaman dulu. Dalam kepengurusan NU saat ini pun sudah mulai banyak dari kalangan perempuan.

"Karena masih ada di beberapa negara yang masih sensitif terhadap masalah ini, seperti di negara-negara Timur Tengah, apalagi di Afghanistan, yang melarang wanita sekolah dan seterusnya," tuturnya.

Meski begitu, Gus Fahrur menyadari, perlu ada batasan-batasan sehingga forum NU Women ini menjadi momentum yang tepat untuk membahasnya. Misalnya soal kesetaraan, dalam hal apa saja dan apa fungsinya. Termasuk juga tentang kegelisahan para aktivis NU terhadap peran dan posisi perempuan dalam paradigma modern.

"Ada keseteraan tetapi juga ada masalah-masalah yang harus berbagi di mana itu adalah ranah perempuan dan laki-laki. Dan NU Women menjadi titik temu untuk mewadahi semua perempuan aktivis NU," ujarnya.

Seluruh pengkajian tersebut, ungkap Gus Fahrur, tentu tidak meninggalkan dalil-dalil dan kaidah agama. Menurutnya, penting untuk menemukan posisi yang ideal terkait peran perempuan. "Jangan sampai terlalu bebas, jangan sampai terlalu dikekang, serta bagaimana bisa menjawab peradaban hari ini," tuturnya.

Gus Fahrur juga mengingatkan, sejak dulu NU telah memberi wadah yang besar, seperti dengan adanya Muslimat NU dan Fatayat NU. Ini bentuk bahwa NU sangat menghargai peran perempuan sehingga memiliki banyak lembaga perempuan. "Fatayat NU, Muslimat NU, ini sarana untuk merespons realitas peradaban. Maka hari ini seperti apa seharusnya, kita bicarakan sebab zaman selalu berubah," kata dia.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement