Kamis 25 Aug 2022 00:35 WIB

Dua Kesimpulan Rapat Kapolri dan Komisi III Terkait Kasus Ferdy Sambo

Kasus Sambo menandakan ada krisis kultur di dalam kepolisian.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ilham Tirta
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/8/2022). Rapat tersebut membahas terkait kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua di rumah dinas mantan Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo. Prayogi/Republika
Foto: Prayogi/Republika.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/8/2022). Rapat tersebut membahas terkait kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua di rumah dinas mantan Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo. Prayogi/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat kerja Komisi III DPR dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mendalami kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J) menghasilkan dua kesimpulan. Pertama, Komisi III mendukung Kapolri dalam penanganan tindak pidana peristiwa Duren Tiga secara profesional dan transparan.

"Dua, Komisi III mendesak Kapolri untuk melakukan perbaikan sistem, reformasi kultural, dan struktural di tubuh Polri secara terencana, terukur, objektif, prosedural, dan akuntabel," ujar Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto membacakan kesimpulan rapat pada Rabu (24/3/2022).

Baca Juga

Dalam rapat tersebut, anggota Komisi III DPR Taufik Basari menilai kasus pembunuhan Brigadir J memperlihatkan adanya permasalahan di internal Polri. Khususnya yang berkaitan dengan kultur atau budaya di dalam kepolisian.

Kultur yang bermasalah tersebut terlihat pertama kali ketika Irjen Ferdy Sambo yang notabenenya anggota Polri bintang dua tak mengakui dirinya terlibat dalam kasus tersebut. Semakin diperparah ketika Sambo justru menjadi dalang yang menyusun skenario pembunuhan berencana.

"Sayangnya, jiwa ksatria itu tidak ada dan akhirnya jadi seperti ini. Sehingga kultur tribratanya ini juga perlu kita pertanyakan," ujar Taufik.

"Menutup-nutup kasus, bekerja sama untuk bahu-membahu melakukan rekayasa ini, ini problemnya kultur," katanya.

Sigit sendiri mengakui kasus pembunuhan Brigadir J mencederai rasa keadilan. Di akhir rapat kerja dengan Komisi III DPR yang berlangsung sekira 10 jam, ia menyampaikan permohonan maafnya ke publik atas kasus tersebut.

"Jadi ini memang menjadi atensi dan perhatian kami, kami menyadari dan kami mohon maaf bahwa peristiwa yang terjadi ini tentunya sangat mencederai rasa keadilan publik," ujar Sigit saat memberikan jawabannya dalam rapat kerja Komisi III DPR.

Namun, atas dukungan publik membuat Polri benar-benar serius memproses kasus tersebut secara transparan dan terbuka. Pihaknya juga menindaklanjuti perintah Presiden Joko Widodo untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

Polri, tegas Sigit, betul-betul ingin membuktikan pihaknya akan mengungkap kasus yang menjerat eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. Terbukti dengan Polri yang yang juga melibatkan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

"Kami pastikan dalam posisi yang betul-betul akan memproses semuanya sesuai dengan fakta yang kita temukan, dan ini merupakan bukti bahwa kami tidak pandang bulu dalam memproses kasus ini," ujar Sigit.

Baca juga : Kapolri: Motif Pembunuhan Brigadir J Pelecehan atau Perselingkuhan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement