Kamis 25 Aug 2022 16:16 WIB

Aspek: Kurangi Fasilitas Mewah Pejabat daripada Naikkan Harga BBM

Aspek menilai, kondisi masyarakat semakin sengsara jika harga BBM dinaikkan.

Rep: Febryan A/ Red: Andri Saubani
Sejumlah pengendara antre untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Pertamina Riau, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Kamis (25/8/2022). Pemerintah berencana akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi pertalite dan solar dalam waktu dekat. Kenaikan harga tersebut tak lepas dari kuota BBM yang menipis dan dana subsidi membengkak Rp502 triliun dari proyeksi awal Rp170 triliun. Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Sejumlah pengendara antre untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Pertamina Riau, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Kamis (25/8/2022). Pemerintah berencana akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi pertalite dan solar dalam waktu dekat. Kenaikan harga tersebut tak lepas dari kuota BBM yang menipis dan dana subsidi membengkak Rp502 triliun dari proyeksi awal Rp170 triliun. Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) menentang keras rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, yakni Pertalite dan Solar. Jika pemerintah tetap menaikkan harga, maka kondisi rakyat kebanyakan yang saat ini sudah susah akan menjadi semakin sengsara. 

Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat menjelaskan, hidup rakyat akan makin susah karena kenaikan harga BBM pasti memukul daya beli masyarakat, memicu lonjakan inflasi, dan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional. 

Baca Juga

"Pemerintah seharusnya tetap memberikan subsidi kepada rakyatnya, apalagi menyangkut (BBM) sebagai kebutuhan hajat hidup rakyat. Pemerintah jangan malah mengeluh dengan merasa terbebani subsidi untuk rakyat," kata Mirah dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/8/2022). 

Mirah pun meminta pemerintah membuka mata dan lebih peka terhadap kesulitan rakyat. Lahirnya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja telah membuat upah pekerja tidak naik secara layak. Sedangkan harga kebutuhan pokok semakin tinggi. Omnibus Law juga mengakibatkan tidak adanya jaminan kepastian kerja. 

"Karena itu, jangan tambah lagi beban rakyat. Jangan cabut subsidi untuk rakyat," kata Mirah. 

Menurut Mirah, pemerintah seharusnya melakukan efisiensi di sektor lain untuk menghemat APBN. Terutama di sektor yang tak menyangkut hajat hidup rakyat banyak. 

"Seharusnya, pemerintah melakukan efisiensi dengan mengurangi fasilitas kemewahan pejabat, menghapus kebocoran anggaran negara dengan memberantas korupsi yang saat ini semakin menggila," ujarnya. 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjatian mengatakan, Presiden Jokowi kemungkinan bakal mengumumkan kenaikan harga BBM dalam pekan ini. Sebab, kenaikan harga minyak dunia dan melonjaknya konsumsi Pertalite membuat tekanan terhadap APBN semakin besar. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, anggaran untuk subsidi energi berpotensi melebar Rp 198 triliun jika harga BBM bersubsidi, yakni Pertalite dan solar tidak naik. “Kalau kita tidak menaikkan BBM, tidak dilakukan apa-apa, tidak dilakukan pembatasan maka (subsidi) Rp 502 triliun tidak akan cukup. Nambah lagi bisa menjadi Rp 698 triliun,” kata Sri di Jakarta, Selasa (23/8/2022). 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah telah menyiapkan beberapa skema alternatif terkait rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Skema tersebut akan dilaporkan kepada Presiden Jokowi dalam waktu dekat.

 

photo
Membeli Pertalite dan solar bersubsidi menggunakan aplikasi MyPertamina. - (Tim Infografis Republika.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement