Jumat 26 Aug 2022 22:53 WIB

Survei: Konsumen Nilai Kenaikan Tarif Ojek Daring Terlalu Tinggi

Konsumen hanya bersedia membayar rata-rata 5 persen lebih tinggi dari tarif sekarang.

Red: Andri Saubani
Jaket ojek online. Ilustrasi
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Jaket ojek online. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) menyebutkan, konsumen menilai kenaikan tarif ojek daring (online/ojol) sesuai Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 564/2022 terlalu tinggi. Karena itu, kata Ketua Tim Peneliti RISED, Rumayya Batubara dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (26/8/2022), keputusan kenaikan tarif tersebut patut ditinjau ulang.

Ia menjelaskan, pada survei berjudul "Persepsi Konsumen Terhadap Kenaikan Tarif Ojek Daring di Indonesia" ini didapat hasil bahwa konsumen hanya bersedia membayar rata-rata lima persen lebih tinggi dari tarif ojek daring saat ini.

Baca Juga

"Karenanya, mayoritas atau sekitar 73,8 persen konsumen meminta pemerintah mengkaji ulang tingkat kenaikan tarif ojek daring tersebut," katanya.

Menurut konsumen, kebijakan tarif baru ini terlalu mahal. Batasan tarif per zona juga tidak mencerminkan daya beli masyarakat di masing-masing wilayah dan tarif yang sudah berlaku sekarang sudah sesuai.

Riset menemukan bahwa mayoritas konsumen hanya mampu memberikan tambahan biaya sebesar Rp 500-Rp 3.000 untuk setiap perjalanan yang dilakukan menggunakan layanan ojek daring. Bila dilihat dari segi tambahan biaya per hari, konsumen hanya bersedia membayar biaya tambahan sebesar Rp 1.000-Rp 20.000 per hari atau maksimum sekitar Rp 1.600 per kilometer (km).

Padahal, tambahan tarif sesuai Kepmenhub 564/2022 sebesar Rp 2.800 hingga Rp 6.200 per km. Ia juga menilai, kenaikan tarif bisa berdampak buruk ke tingkat inflasi dan tingkat kemacetan.

Ekonom Universitas Airlangga ini menyebutkan, situasi makro ekonomi saat ini tidak kondusif karena terjadi kenaikan inflasi dan ada rencana akan ada kenaikan biaya bahan bakar minyak akan membuat daya beli konsumen semakin tertekan.

"Di kondisi seperti ini, kenaikan tarif terlalu tinggi akan membuat konsumen beralih ke kendaraan pribadi," katanya.

Terbukti, hasil survei menyebutkan, sebanyak 53,3 persen konsumen akan kembali menggunakan kendaraan pribadi, jika kenaikan tarif ini jadi diberlakukan. Artinya, hal itu akan memperparah kemacetan yang terjadi di kota-kota besar.

Survei dilaksanakan pada 1.000 konsumen pengguna ojek daring di sembilan kota besar di Indonesia yang mewakili ketiga zona yang diatur di dalam Kepmenhub Nomor 564/2022. Waktu penelitian pada 19-22 Agustus 2022, sedangkan margin of error berada di kisaran 1,03 persen.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement