Rabu 31 Aug 2022 03:05 WIB

Uni Eropa Terpecah Soal Rencana Larangan Visa Bagi Warga Rusia

Jerman dan Prancis sudah menyampaikan penentangan terhadap larangan visa bagi Rusia.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Foto file 17 Maret 2020 ini, menunjukkan lalu lintas masuk ke Finlandia di stasiun perbatasan Nuijamaa di antara Finlandia dan Rusia di Lappeenranta, Finlandia, pada saat penutupan yang jarang terjadi karena COVID-19. Estonia dan Finlandia ingin negara-negara Eropa berhenti mengeluarkan visa turis ke Rusia di tengah perang di Ukraina. Perdana Menteri Estonia Kaja Kallas mengatakan Selasa bahwa “mengunjungi Eropa adalah hak istimewa, bukan hak asasi manusia.” Rekannya dari Finlandia, Sanna Marin, mengatakan orang Rusia yang bepergian ke Eropa
Foto: Lauri Heino/Lehtikuva via AP
Foto file 17 Maret 2020 ini, menunjukkan lalu lintas masuk ke Finlandia di stasiun perbatasan Nuijamaa di antara Finlandia dan Rusia di Lappeenranta, Finlandia, pada saat penutupan yang jarang terjadi karena COVID-19. Estonia dan Finlandia ingin negara-negara Eropa berhenti mengeluarkan visa turis ke Rusia di tengah perang di Ukraina. Perdana Menteri Estonia Kaja Kallas mengatakan Selasa bahwa “mengunjungi Eropa adalah hak istimewa, bukan hak asasi manusia.” Rekannya dari Finlandia, Sanna Marin, mengatakan orang Rusia yang bepergian ke Eropa

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Negara anggota Uni Eropa terpecah terkait wacana penerapan larangan visa turis bagi warga Rusia. Jerman dan Prancis telah merilis peringatan bersama yang berisi penentangan terhadap rencana tersebut. Kedua negara menilai, pelarangan semacam itu akan menjadi kontra-produktif.

Para menteri luar negeri (menlu) negara anggota Eropa diagendakan melakukan pertemuan di Praha pada Selasa (30/8/2022) dan Rabu (31/8/2022) untuk membahas rencana pelarangan visa turis bagi Rusia. Mereka memang sedang memikirkan tentang sanksi lanjutan seperti apa yang bisa diterapkan terhadap Moskow.

Baca Juga

Namun Prancis dan Jerman sudah menyampaikan penentangannya terhadap rencana pelarangan visa bagi warga Rusia. Kedua negara tersebut menjelaskan, mereka berhati-hati terhadap pembatasan yang meluas pada kebijakan visanya.

Prancis dan Jerman terlibat perdebatan tentang pengawasan ketat terhadap aplikasi visa untuk risiko keamanan. Namun keduanya percaya, visa masih harus dikeluarkan. “Kita tidak boleh menyerah untuk mendukung elemen pro-demokrasi dengan masyarakat Rusia. Kebijakan visa kami mencerminkan hal itu dan terus memungkinkan kontak antar-masyarakat di Uni Eropa dengan warga negara Rusia yang tidak terkait dengan pemerintah Rusia,” kata Jerman dan Prancis dalam sebuah pernyataan bersama, Selasa.

“Kita tidak boleh meremehkan kekuatan transformatif dari pengalaman hidup dalam sistem demokrasi secara langsung, terutama untuk generasi mendatang,” tambah Prancis dan Jerman dalam pernyataan bersamanya.

Sementara itu, sejumlah negara anggota Uni Eropa dari Eropa Timur dan Nordik, telah menyampaikan dukungan mereka terhadap rencana penerapan larangan visa bagi warga Rusia. "Sangat provokatif bagi saya bahwa Anda melihat pria Rusia di pantai Eropa di Eropa Selatan dan pada saat yang sama pria Ukraina antara 18 dan 60 tahun bahkan tidak bisa meninggalkan negara mereka tetapi harus berjuang untuk kebebasan mereka," kata Menteri Luar Negeri Denmark Jeppe Kofod pekan lalu.

Kofod menilai, merupakan langkah yang benar bagi Uni Eropa untuk membatasi atau bahkan menutup pintu bagi turis Rusia. “Itu akan mengirim pesan yang jelas kepada (Presiden Rusia Vladimir) Putin,” ucapnya.

Sebagian besar warga Rusia memasuki Uni Eropa melalui perbatasan darat Estonia, Latvia, Lithuania, Polandia dan Finlandia. Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Lithuania Gabrielius Landsbergis mengatakan, negara-negara tersebut dapat bertindak sendiri jika Uni Eropa tidak menyetujui larangan umum penerbitan visa bagi warga Rusia.

Konflik Rusia-Ukraina sudah berlangsung selama enam bulan. Hingga kini belum ada indikasi bahwa kedua negara akan duduk untuk merundingkan kesepakatan damai atau gencatan senjata. Pekan lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan, negaranya menolak segala bentuk perundingan yang memungkinkan Rusia mengunci keuntungan teritorial.

“Kami tidak akan duduk di meja perundingan karena takut, dengan pistol diarahkan ke kepala kami. Bagi kami, besi yang paling mengerikan bukanlah rudal, pesawat terbang, dan tank, tetapi belenggu. Bukan parit, tapi belenggu,” kata Zelensky saat memberikan pidato hari peringatan kemerdekaan Ukraina ke-31, Rabu (24/8/2022).

Baca juga : Albania Tangkap Buronan Turki Penipu Kripto

Dia bersumpah, Ukraina akan merebut kembali wilayah yang sudah direbut Rusia, termasuk di Donbas. “Apa bagi kami akhir dari perang? Kita biasa mengatakan: damai. Sekarang kita katakan: kemenangan,” ujar Zelensky.

Pada kesempatan itu, Zelensky pun menyampaikan bahwa Ukraina telah terlahir kembali saat Rusia menyerang negara tersebut pada 24 Februari lalu. “Sebuah negara baru muncul di dunia pada 24 Februari pukul 4 pagi. Ia tidak dilahirkan, tetapi dilahirkan kembali. Sebuah bangsa yang tidak menangis, menjerit atau ketakutan. Salah satu yang tidak melarikan diri. Tidak menyerah. Dan tidak lupa,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement