Rabu 31 Aug 2022 09:24 WIB

Dishub DKI tak Ajukan Tambahan Subsidi Tarif Integrasi ke DPRD

Dana PSO transportasi publik di Jakarta pada menjadi Rp 3,5 triliun.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo (kanan) berbincang dengan sopir bus listrik Transjakarta.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo (kanan) berbincang dengan sopir bus listrik Transjakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta tidak mengajukan tambahan subsidi kepada DPRD DKI untuk tiga moda transportasi massal. Hal itu setelah pemberlakuan tarif integrasi karena sudah cukup dibiayai menggunakan anggaran public service obligation (PSO). "Mencermati besaran subsidi saat ini, itu tidak akan ada penambahan subsidi," kata Kepala Dishub DKI Syafrin Liputo di Jakarta, Rabu (31/8/2022).

Untuk tahun pertama dan kedua pada 2023, Dishub DKI memastikan tidak mengajukan tambahan subsidi. "Tahun pertama dan kemudian tahun depan sudah dihitung," kata Syafrin.

Dia tidak memerinci proyeksi peningkatan besaran subsidi yang timbul setelah pemberlakuan tarif integrasi yang saat ini memasuki masa uji coba. Adapun uji coba berlangsung selama enam bulan sejak Juni hingga Desember 2022. "Saat ini kami terus lakukan simulasi," ujar Syafrin.

Adapun besaran subsidi untuk tiga moda transportasi massal, yaitu MRT Jakarta, LRT Jakarta, dan bus Transjakarta pada 2019 mencapai Rp 14 miliar. Kemudian pada 2020 mencapai Rp 4 miliar, dan 2021 mencapai Rp 6 miliar.

Dia mengatakan, besaran subsidi itu berdasarkan data jumlah penumpang yang menggunakan layanan angkutan umum massal lebih dari satu moda. Sedangkan berdasarkan data Dishub DKI, dana PSO transportasi umum pada 2019 mencapai Rp 3,1 triliun dan meningkat pada 2022 menjadi Rp 3,5 triliun.

Pada 2022, besaran PSO untuk transportasi umum di DKI mencapai sekitar Rp 4 triliun dengan alokasi paling besar bus Transjakarta sekitar Rp 3,2 triliun, MRT sekitar Rp 600 miliar dan LRT Jakarta sekitar Rp 200 miliar.

Meski memastikan ada perubahan besaran subsidi akibat tarif integrasi tiga moda angkutan umum, menurut Syafrin, dalam jangka panjang, pasti ada peningkatan penggunaan transportasi massal. Hal itu lantaran tarif integrasi sebesar Rp 10 ribu sangat menguntungkan penumpang.

Berdasarkan hitungan salah satu konsultan, lanjut dia, apabila pengguna meningkat, maka  meningkatkan pendapatan operator. Selain itu, biaya lain yang dikeluarkan pemerintah termasuk untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang diyakini akan turun seiring beralihnya penggunaan kendaraan pribadi.

Tak hanya itu, tingkat polusi udara juga diharapkan menurun karena masyarakat diperkirakan makin banyak menggunakan transportasi massal. "Satu hal yang paling utama adalah dengan integrasi kami harap semakin banyak masyarakat beralih dari menggunakan kendaraan pribadi ke angkutan umum massal," kata Syafrin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement