Jumat 02 Sep 2022 17:45 WIB

Pelaku Penembakan di Masjid Indiana pada 2020 Dihukum 12 Tahun Penjara

Pelaku menembak sambil berkendara di Masjid E Noor saat perayaan Idul Fitri Mei 2020.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Penjara (ilustrasi). Pelaku Penembakan di Masjid Indiana pada 2020 Dihukum 12 Tahun Penjara
Penjara (ilustrasi). Pelaku Penembakan di Masjid Indiana pada 2020 Dihukum 12 Tahun Penjara

REPUBLIKA.CO.ID, INDIANAPOLIS -- Sejumlah kelompok hak-hak sipil mengapresiasi vonis pengadilan yang menghukum terdakwa kasus serangan yang menargetkan Muslim, termasuk penembakan di sebuah masjid di Indiana, Amerika Serikat (AS) pada 2020. Pria itu dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.

 

Baca Juga

Dari Mei hingga Agustus 2020, Jonathan Warren dari Indianapolis dilaporkan mengirim beberapa ancaman dan percobaan pembunuhan. Ia juga beberapa kali melakukan penembakan secara acak ke area yang ramai.  

 

Dilansir dari Al Araby, Jumat (2/9/2022), pria berusia 22 tahun itu mengaku bersalah karena mengirimkan komunikasi yang mengancam dalam perdagangan antarnegara bagian dan memiliki senjata api sebagai tindak lanjut dari kejahatan kekerasan. Dia dijatuhi hukuman oleh Hakim Distrik AS Sarah Evans Barker. 

 

Pada Mei 2020, Warren melakukan penembakan sambil berkendara di Masjid E Noor saat perayaan Idul Fitri. Pada Juni 2020, menurut dokumen pengadilan, Warren menembakkan senjatanya beberapa kali ke tempat parkir kompleks apartemen, menyebabkan banyak orang di sekitarnya melarikan diri karena ketakutan. Warren kemudian dilacak dan ditangkap setelah pemeriksaan selongsong peluru di TKP. 

 

Pada saat itu, kelompok lokal Jaringan Advokasi Muslim Indiana serta Dewan Hubungan Amerika-Islam menyerukan penyelidikan atas kemungkinan motif bias untuk kejahatan ini. Menyusul insiden semacam itu, CAIR mengarahkan masjid ke buklet "Praktik Terbaik untuk Keamanan Masjid dan Komunitas", yang memberi saran kepada masjid tentang keamanan. 

 

Tingkat kejahatan rasial telah meningkat selama beberapa tahun terakhir, dengan beberapa penelitian menunjukkan pemilihan mantan presiden AS Donald Trump sebagai dorongan untuk serangan semacam itu.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement