Jumat 02 Sep 2022 20:13 WIB

Pengamat: Penyesuaian Harga BBM Bisa Bertahap

Perlu dicari formula agar kenaikan BBM berdampak minim ke kehidupan masyarakat.

Red: Indira Rezkisari
Mahasiswa berorasi saat berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Provinisi Kalimantan Tengah di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Jumat (2/9/2022). Dalam aksi tersebut mereka menolak rencana pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi sekaligus mendorong pemerintah untuk membentuk tim satgas guna menindak tegas mafia atau oknum penimbun BBM di provinsi itu serta mengawasi penyaluran BBM subsidi dan non subsidi supaya tersalurkan secara tepat sasaran.
Foto: ANTARA/Makna Zaezar
Mahasiswa berorasi saat berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Provinisi Kalimantan Tengah di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Jumat (2/9/2022). Dalam aksi tersebut mereka menolak rencana pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi sekaligus mendorong pemerintah untuk membentuk tim satgas guna menindak tegas mafia atau oknum penimbun BBM di provinsi itu serta mengawasi penyaluran BBM subsidi dan non subsidi supaya tersalurkan secara tepat sasaran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat sosial Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra menyatakan, kebijakan penyesuai harga bahan bakar minyak (BBM) dapat dilakukan secara bertahap. Tujuannya agar masyarakat bisa menerimanya secara pelan-pelan.

"Saya usulkan kenaikannya jangan sekaligus agar tidak terasa. Kalau naiknya langsung banyak, nanti masyarakat yang terkejut," kata Azyumardi Azra dalam webinar Moya Institute dikutip di Jakarta, Jumat (2/9/2022).

Baca Juga

Menurut dia, penyesuaian harga BBM yang bakal ditempuh pemerintah memang tidak dapat dihindari. Hal itu untuk menghindari dampak negatif lebih besar, yaitu krisis dan bangkrutnya APBN, seperti dalam kasus pemerintah Amerika Serikat yang terganggunya likuiditas keuangan.

Ia berharap kebijakan penyesuaian harga BBM ke depannya sebaiknya juga melibatkan banyak pihak. Misalnya kelompok masyarakat sipil karena ini adalah urusan bersama.

Direktur Eksekutif Moya Institute Heri Sucipto mengatakan, langkah penyesuaian harga BBM bersubsidi memang tidak terelakkan, seperti yang terjadi juga pada masa lalu. "Namun, penting dicari formula yang tepat agar kehidupan sosial ekonomi masyarakat tidak terlalu terdampak," katanya.

Sementara itu, pengamat ekonomi sekaligus mantan kepala Wantimpres Sri Adiningsih memandang perlu menjaga APBN supaya tidak mengalami defisit. Sri mengatakan, APBN itu berfungsi bukan hanya untuk subsidi BBM, melainkan untuk memitigasi dampak pandemi Covid-19 dan untuk memulihkan perekonomian nasional.

Keinginan pemerintah menyesuaikan harga BBM tentu, kata dia, berdasarkan banyak pertimbangan. Bukan sekadar menjaga stabilitas APBN, melainkan juga memacu kesejahteraan masyarakat (public spending) dan kesiapan dukungan anggaran bagi penyelesaian masalah lainnya.

Selanjutnya, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Marsudi Syuhud mengemukakan bahwa penyesuaian harga BBM memiliki dua aspek. Yakni untuk kebaikan publik atau masyarakat dan negara sendiri.

Sasaran dari penyesuaian harga BBM, kata Marsudi Syuhud, adalah kemaslahatan dan kebaikan bagi rakyat, terutama yang paling membutuhkan. Dengan demikian, BBM bersubsidi yang selama ini masih banyak digunakan konsumen yang tidak berhak dapat dihindari.

"Ini sesuai ajaran agama Islam, yaitu mengutamakan kemaslahatan rakyat banyak," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement