Rabu 07 Sep 2022 08:04 WIB

OJK Catat Transaksi Judi Online Capai Rp 608,87 Miliar

OJK berupaya melakukan pemantauan terhadap rekening yang terindikasi judi online.

Rep: Novita Intan/ Red: Andi Nur Aminah
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 8.693 customer information file yang terindikasi melakukan transaksi judi online. Adapun total dana atas aktivitas tersebut sebesar Rp 608,87 miliar.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, saat ini otoritas berupaya melakukan pemantauan terhadap rekening yang terindikasi judi online. 

Baca Juga

"Bank sudah melaporkan sekitar 8.693 CIF yang terindikasi judi online, dengan jumlah total dana pihak ketiga mencapai Rp 608,87 miliar melalui laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)," ujarnya saat konferensi pers, Selasa (7/9/2022).

Menurut dia, perbankan telah menerapkan program antipencucian uang dan pencegahan transaksi mencurigakan dengan parameter yang cukup memadai dan telah diterapkan secara efektif.

"Perbankan senantiasa patuh secara prinsip ini untuk melaporkan sesuai ketentuan yang berlaku. Kemudian, OJK juga berkolaborasi dengan lembaga terkait kalau ada transaksi mencurigakan," ucapnya.

Dari sisi lain, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan hanya 38,03 persen dan indeks inklusi keuangan sebesar 76,19 persen. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum memahami dengan baik karakteristik berbagai produk dan layanan jasa keuangan yang ditawarkan oleh lembaga jasa keuangan.

Direktur Humas OJK Darmansyah menambahkan ada beberapa strategi yang telah disusun demi meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia. Pertama, strategi literasi keuangan dilakukan secara online hingga offline.

Adapun kegiatan literasi keuangan secara online menjadi tumpuan mereka. Karena kegiatan secara offline sangat sukar dilakukan di tengah situasi pandemi Covid-19 sejak 2020 hingga 2021. Namun, setelah adanya relaksasi pelonggaran mobilitas masyarakat, kegiatan tersebut tetap dilakukan secara online.

"Sekarang setelah pandemi tetap dilakukan, karena ternyata ada dampak yang bagus. Salah satunya, menjangkau lebih kuat, akan tetapi efektivitasnya masih harus dikaji," ucapnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement