Selasa 13 Sep 2022 05:10 WIB

PM Bangladesh: Pengungsi Rohingya Picu Masalah Keamanan dan Stabilitas

Dia menegaskan repatriasi adalah satu-satunya solusi untuk krisis.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Pengungsi Rohingya mengambil bagian dalam protes yang diadakan untuk menandai peringatan lima tahun migrasi massal pengungsi Rohingya dari Myanmar ke Bangladesh, di sebuah kamp darurat di Kutubpalang, Ukhiya, distrik Cox Bazar, Bangladesh, 25 Agustus 2022. Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengatakan pada Senin (12/9/2022), bahwa satu juta pengungsi Rohingya di kamp-kamp yang penuh sesak di negara itu telah menjadi masalah keamanan dan stabilitas yang serius.
Foto: EPA-EFE/MONIRUL ALAM
Pengungsi Rohingya mengambil bagian dalam protes yang diadakan untuk menandai peringatan lima tahun migrasi massal pengungsi Rohingya dari Myanmar ke Bangladesh, di sebuah kamp darurat di Kutubpalang, Ukhiya, distrik Cox Bazar, Bangladesh, 25 Agustus 2022. Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengatakan pada Senin (12/9/2022), bahwa satu juta pengungsi Rohingya di kamp-kamp yang penuh sesak di negara itu telah menjadi masalah keamanan dan stabilitas yang serius.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengatakan pada Senin (12/9/2022), bahwa satu juta pengungsi Rohingya di kamp-kamp yang penuh sesak di negara itu telah menjadi masalah keamanan dan stabilitas yang serius. Dia menegaskan repatriasi adalah satu-satunya solusi untuk krisis. 

Meski pemulangan kembali pengungsi menjadi solusi, pemerintah Bangladesh tidak akan memaksa mereka untuk kembali ke Myanmar. "Terlepas dari kesengsaraan mereka sendiri, kehadiran mereka yang berkepanjangan menyebabkan dampak serius pada ekonomi, lingkungan, keamanan dan stabilitas sosial politik Bangladesh,” kata Hasina pada upacara pembukaan pertemuan tiga hari pejabat militer dari 24 negara di kawasan Indo-Pasifik.

Baca Juga

Amerika Serikat (AS) bersama Bangladesh adalah tuan rumah bersama dari pertemuan yang disebut Seminar Manajemen Tentara Indo-Pasifik. Para peserta pertemuan tersebut, termasuk AS, Kanada, Australia, Jepang, Indonesia, India, China, dan Vietnam. 

Sementara militer negara-negara peserta mendiskusikan manajemen bencana, kejahatan transnasional, masalah keamanan dan pemberdayaan perempuan, Bangladesh menggunakan kegiatan tersebut untuk menyoroti masalah pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan di Myanmar. Kepala Tentara Bangladesh Jenderal SM Shafiuddin Ahmed menyatakan,  akan mengunjungi kamp-kamp pengungsi Rohingya yang luas untuk melihat langsung keadaan pengungsi. 

Ahmed mengatakan, para pemimpin militer dibawa ke kamp-kamp di distrik Cox's Bazar untuk memberi persepsi yang jelas tentang gawatnya krisis pengungsi. Langkah itu dinilai perlu karena pemulangan pengungsi ke Myanmar diperlukan.

Bulan lalu, para pengungsi menandai ulang tahun kelima eksodus massal lebih dari 700 ribu Rohingya ke Bangladesh yang melarikan diri dari tindakan keras militer Myanmar. Secara total, Bangladesh menampung lebih dari satu juta pengungsi Rohingya.

Pejabat Bangladesh telah menyatakan frustrasi setelah setidaknya dua upaya untuk memulangkan para pengungsi gagal di bawah perjanjian bilateral yang ditengahi oleh Cina. Muslim Rohingya mengatakan, kondisinya masih terlalu berbahaya di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha, sehingga mereka menghadapi diskriminasi yang luas.

Komandan jenderal Angkatan Darat AS Pasifik Charles A Flynn mengatakan, tidak dapat menjawab pertanyaan kebijakan seperti bagaimana militer dapat membantu memulangkan Rohingya ke Myanmar. Namun dia berterima kasih kepada Bangladesh karena mengatur perjalanan delegasi ke kamp-kamp pengungsi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement