Selasa 13 Sep 2022 19:42 WIB

RUU PDP, Mengapa Lembaga Negara 'Aman' dari Ancaman Sanksi dan Pidana?

Ketentuan pidana dalam BAB XIV RUU PDP hanya berlaku bagi "Setiap Orang".

Red: Andri Saubani
Ilustrasi data pribadi
Foto: pixabay
Ilustrasi data pribadi

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar

 

Baca Juga

RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) selangkah lagi akan menjadi undang-undang jika disahkan dalam rapat paripurna DPR terdekat. Namun, pembahasan RUU PDP dinilai menyisakan ketidaksinkronan sanksi denda, pidana, dan administratif bagi pihak yang melakukan pelanggaran perlindungan data pribadi.

Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar, lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan negara yang disebut sebagai "Badan Publik" dalam RUU PDP dapat dikatakan 'aman' dari sanksi denda dan pidana RUU PDP. Pasalnya, ketentuan pidana dalam BAB XIV RUU PDP hanya berlaku bagi "Setiap Orang".

Dalam Pasal 1 RUU PDP dijelaskan, "Setiap Orang" adalah orang perseorangan atau korporasi. Lalu, "Korporasi" adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.

"Mereka (lembaga negara) berbeda dengan swasta, apabila swasta itu bisa didenda atau seterusnya, sedangkan pemerintah atau lembaga publik itu tidak. Karena kesannya pemerintah memiliki dua persona, yaitu pengawas dan juga diawasi," ujar Wahyudi saat dihubungi, Selasa (13/9/2022)..

Lembaga eksekutif, legislatif, dan eksekutif yang melakukan pelanggaran data pribadi disebutnya hanya mendapatkan sanksi administratif. Namun, dalam Pasal 57 Ayat 2 RUU PDP, sanksi administratif dinilainya ringan, karena hanya berupa peringatan tertulis; penghentian sementara kegiatan pemrosesan data pribadi; penghapusan atau pemusnahan data pribadi; dan/atau denda administratif.

Adapun denda administratif dalam Pasal 57 Ayat 3, denda paling tinggi hanyalah 2 persen dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran. Namun, menurut Wahyudi sanksi administratif masihlah bersifat 'karet' untuk ditujukan kepada lembaga negara.

"Seharusnya ada aturan yang lebih berat kepada badan publik atau lembaga negara ini, karena mereka juga mengumpulkan dan menyimpan data masyarakat. Misal dengan sanksi pengurangan anggaran atau misal dalam kementerian yang diisi oleh ASN dapat dikenakan sanksi berdasarkan UU ASN," ujar Wahyudi.

Dalam hal ini, lembaga pengawas perlindungan data pribadi memiliki peran penting dalam membuat sanksi bagi pelanggar. Namun, ia juga mempertanyakan kekuatan kewenangan lembaga tersebut dalam memberikan sanksi kepada lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Karenanya, dibutuhkan komitmen dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam melindungi data pribadi warganya. Karena dalam RUU PDP, lembaga pengawas data pribadi bertanggung jawab langsung kepada Presiden, bukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).

"Lembaga pengawas data pribadi menjadi peran penting dalam pengaplikasian RUU PDP, juga niat dari presiden sebagai pengawas lembaga tersebut. RUU PDP dapat berjalan dengan baik jika adanya itikad dari presiden dalam perlindungan data pribadi ini," ujar Wahyudi.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement