Selasa 20 Sep 2022 00:57 WIB

SPKS: Peraturan Uni Eropa Terkait Deforestasi Untungkan Petani Sawit

Serikat petani kelapa sawit berharap isu petani kelapa sawit tidak dipolitisasi.

Red: Nidia Zuraya
Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen (ilustrasi).
Foto: ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menilai peraturan Uni Eropa tentang produk dan komoditas terkait deforestasi menjadi peluang dan keuntungan bagi petani sawit Indonesia untuk memasarkan produk sawit dan turunannya ke pasar Eropa.

Sekretaris Jendral (Sekjen) SPKS Mansuetus Darto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (19/9/2022), mengatakan petani kelapa sawit Indonesia perlu dukungan dan bantuan dari pemerintah dan parlemen Uni Eropa, pemerintah Indonesia, serta perusahaan dan pembeli minyak sawit, dalam upaya memenuhi persyaratan yang diminta seperti menerapkan ketertelusuran dan tidak ada praktik deforestasi untuk memanfaatkan momentum dan keuntungan dari peraturan ini.

Baca Juga

Peraturan Uni Eropa (UE) tentang produk dan komoditas terkait deforestasi pada tanggal 13 September telah di lakukan pemungutan suara oleh Parlemen Uni Eropa. Peraturan tersebut melarang berbagai produk yang dalam prosesnya berkaitan dengan perusakan hutan dan pelanggaran hak asasi manusia di berbagai belahan dunia. Peraturan baru ini tidak saja berlaku di dalam Uni Eropa, namun termasuk negara-negara pemasok produk di luar UE.

"Terkait dengan pemungutan suara dari parlemen atas peraturan Uni Eropa (UE) tentang produk dan komoditas terkait deforestasi, SPKS menilai peraturan ini bisa menjadi peluang besar bagi jutaan petani kelapa sawit Indonesia untuk mendapatkan keuntungan dari pasar UE dengan menyediakan produk kelapa sawit tanpa deforestasi dan dapat ditelusuri khususnya yang di kelola oleh petani sawit," kata Mansuetus Darto.

SPKS juga mendukung kepemimpinan Parlemen UE dan masyarakat Eropa dalam mengambil tanggung jawab atas deforestasi dan degradasi hutan yang disebabkan oleh komoditas baik yang diimpor maupun diproduksi di UE.

Sebagai contoh, petani sawit di bawah anggota SPKS telah mampu untuk membangun data ketelusuran secara by name, by address, by spatial. Hal tersebut sejalan dengan Kementerian Pertanian yang membangun data petani sawit melalui kebijakan STDB (Surat Tanda Daftar Budidaya).

"Petani sawit anggota SPKS di Kalimantan juga sedang menerapkan Pendekatan Stok Karbon Tinggi," katanya.

Mansuetus Darto mengatakan pihaknya berharap agar peraturan terbaru dari UE ini dapat memastikan ketahanan jangka panjang mata pencaharian petani sawit Indonesia dengan pemberian insentif kepada petani. "Untuk memastikan petani kecil adalah mitra yang adil di pasar UE, SPKS menginginkan perusahaan yang mengimpor minyak sawit menjamin dan berkomitmen untuk menerapkan 30 persen dari rantai pasokan berasal dari petani swadaya," kata Darto.

Serikat petani kelapa sawit berharap isu petani kelapa sawit tidak dipolitisasi untuk kepentingan sektor swasta yang masih erat dengan praktek ilegal. Strategi defensif yang sering dilakukan hanya untuk melindungi dan memelihara kepentingan-kepentingan tertentu.

"Kami yakin, dengan proses ketertelusuran dapat ikut berkontribusi dalam perbaikan tata kelola sawit rakyat di Indonesia," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement