Selasa 20 Sep 2022 10:51 WIB

Serbia Cegah Kosovo Gabung PBB

Serbia masih menganggap Kosovo sebagai bagian dari wilayahnya.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Presiden Serbia Aleksandar Vucic, kedua kanan, berpose dengan utusan Uni Eropa Miroslav Lajcak, kanan, penasihat Kanselir Jerman Olaf Scholz, Jens Plettner, kiri, dan penasihat Presiden Prancis Emmanuel Macron, Emanuel Bonne, di Beograd, Serbia, Jumat, 9 September 2019. 9, 2022. Tim perunding Uni Eropa bertemu dengan Presiden Serbia Aleksandar Vucic untuk membahas arah negosiasi lebih lanjut mengenai Kosovo.
Foto: AP Photo/Darko Vojinovic
Presiden Serbia Aleksandar Vucic, kedua kanan, berpose dengan utusan Uni Eropa Miroslav Lajcak, kanan, penasihat Kanselir Jerman Olaf Scholz, Jens Plettner, kiri, dan penasihat Presiden Prancis Emmanuel Macron, Emanuel Bonne, di Beograd, Serbia, Jumat, 9 September 2019. 9, 2022. Tim perunding Uni Eropa bertemu dengan Presiden Serbia Aleksandar Vucic untuk membahas arah negosiasi lebih lanjut mengenai Kosovo.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Serbia, Aleksandar Vucic, mengatakan, Serbia tidak akan membiarkan Kosovo bergabung dengan PBB meskipun ada tekanan kuat dari Amerika Serikat (AS)/dan negara-negara Eropa. Hingga saat ini, Serbia masih menganggap Kosovo sebagai bagian dari wilayahnya.

Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan pada 2008, setelah kedua belah pihak berperang di sebagian besar garis perbatasan selama hampir satu dekade. Serbia bergantung pada pemegang hak veto Cina dan Rusia untuk menentang Kosovo menerima pengakuan internasional. Berbicara di sela-sela Sidang Umum PBB di New York pada Senin (19/9/2022) Vucic mengatakan, Serbia tidak sepenuhnya mengakui kedaulatan Kosovo.

Baca Juga

"Kami tidak akan membiarkan Kosovo masuk ke Perserikatan Bangsa-Bangsa,” ujar Vucic, dilansir Bloomberg, Selasa (20/9/2022).

Pembicaraan antara Serbia dan Kosovo yang dimediasi oleh Uni Eropa gagal mencapai hasil. Brussels menuntut kedua belah pihak menormalkan hubungan jika mereka ingin bergabung dengan Uni Eropa. Tetapi Vucic menolak untuk mengalah.

Pekan lalu, Vucic bertemu dengan utusan Balkan yang mewakili Uni Eropa, Prancis dan Jerman sebagai bagian dari upaya diplomatik. Dia menolak proposal untuk kesepakatan yang memungkinkan Kosovo bergabung dengan PBB.

Tekanan yang semakin intensif bagi Serbia untuk mengubah sikapnya memperumit posisi negara itu mengenai keamanan energi, yang sebagian besar bergantung pada eksportir gas Rusia. Termasuk pengadaan makanan dan impor lainnya.

Vucic justru mencari dukungan ekonomi dengan negara lain. Pekan lalu, Serbia meminjam 1 miliar dolar AS dari Uni Emirat Arab. Serbia juga menjajaki kemungkinan kesepakatan dengan IMF untuk meningkatkan keuangan. 

“Tekanan besar dan sengit akan terus berlanjut. Kita harus menjaga bagaimana kita akan hidup," kata Vucic.

Sebelumnya, Kosovo mewajibkan semua orang, termasuk orang Serbia yang tinggal di utara, untuk memiliki kartu identitas dan plat nomor Kosovo. Kebijakan ini menimbulkan ketegangan di antara kedua negara. Uni Eropa turun tangan untuk menjadi penengah dengan menggelar dialog yang dihadiri oleh pemimpin Kosovo dan Serbia. 

Ketegangan meningkat pada akhir Juli lalu, menjelang berlakunya undang-undang baru Kosovo pada 1 Agustus. Undang-undang ini mewajibkan semua orang, termasuk orang Serbia yang tinggal di Kosovo, untuk memiliki kartu identitas dan plat nomor Kosovo.

Para pengunjuk rasa memblokir jalan menuju dua penyeberangan perbatasan, yaitu Jarinje dan Bernjak. Polisi Kosovo membatasi penyeberangan di perbatasan. Ketegangan ini membuat Kosovo menunda untuk memberlakukan undang-undang baru tersebut hingga 1 September.

Pada 2011 diluncurkan Dialog Belgrade-Pristina yang dipimpin Uni Eropa. Dialog ini bertujuan untuk menormalkan hubungan antara kedua negara Balkan, dan menemukan solusi yang dapat disepakati bersama untuk perselisihan dalam kerangka perjanjian yang mengikat secara hukum. Pertemuan tingkat tinggi terakhir dengan partisipasi dari Kurti dan Vucic berlangsung pada 15 Juni 2021.

Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan dari Serbia pada 2008. Sebagian besar negara anggota PBB, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, dan Turki mengakui Kosovo dan Serbia sebagai negara otonom yang terpisah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement