Selasa 20 Sep 2022 20:55 WIB

Bantu Atasi Krisis, India Siap Berinvestasi Jangka Panjang di Sri Lanka

India menegaskan komitmen untuk membantu Sri Lanka menangani krisis ekonomi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Orang-orang berjalan kaki untuk bekerja di pagi hari di tengah kelangkaan bahan bakar di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 25 Juli 2022. Krisis ekonomi Sri Lanka telah membuat 22 juta orang negara itu berjuang dengan kekurangan bahan pokok, termasuk obat-obatan, bahan bakar dan makanan.
Foto: AP Photo/Eranga Jayawardena
Orang-orang berjalan kaki untuk bekerja di pagi hari di tengah kelangkaan bahan bakar di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 25 Juli 2022. Krisis ekonomi Sri Lanka telah membuat 22 juta orang negara itu berjuang dengan kekurangan bahan pokok, termasuk obat-obatan, bahan bakar dan makanan.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI – Pemerintah India menegaskan komitmen untuk membantu Sri Lanka menangani krisis ekonomi. New Delhi, yang sudah memberikan bantuan dana sebesar 4 miliar dolar AS kepada Kolombo, menyatakan siap melakukan investasi jangka panjang di negara tetangganya tersebut.

“Kami terus mendukung Sri Lanka dalam segala cara yang memungkinkan, khususnya dengan mempromosikan investasi jangka panjang dari India di sektor ekonomi utama di Sri Lanka untuk pemulihan dan pertumbuhan ekonomi awal,” kata Komisi Tinggi India di Sri Lanka dalam sebuah pernyataan, Selasa (20/9/2022).

Baca Juga

Komisi Tinggi India mengungkapkan, negara mereka memiliki proyek pembangunan berkelanjutan senilai sekitar 3,5 miliar dolar AS di Sri Lanka. Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe sempat memerintahkan jajarannya untuk mengatasi hambatan terhadap proyek-proyek yang didukung India. Namun dia tak menjelaskan detail tentang apa hambatan yang dimaksud.

Pekan lalu, Reuters, mengutip beberapa sumber melaporkan bahwa India tidak berencana memberikan dukungan keuangan baru ke Sri Lanka. Sebab perekonomian negara tersebut mulai stabil setelah perjanjian pinjaman awal dengan Dana Moneter Internasional (IMF).

Saat ini Sri Lanka sedang dibekap krisis ekonomi terburuk dalam 70 tahun terakhir. Negara tersebut menghadapi gelombang demonstrasi sejak Maret lalu. Masyarakat di sana menuntut perbaikan hidup dan reformasi pemerintahan. Pada Juni lalu, inflasi di Sri Lanka mencapai 54,6 persen. Karena demonstrasi tak kunjung mereda, pada 13 Juli lalu, Gotabaya Rajapaksa akhirnya mundur dari jabatannya sebagai presiden Sri Lanka.

Pada Agustus lalu, angka inflasi di Sri Lanka telah menembus 64,3 persen. Negara tersebut sudah kesulitan mengimpor barang-barang, termasuk bahan bakar minyak (BBM) karena utang pembelian minyaknya telah menggunung.

Sri Lanka sudah mencapai kesepakatan awal dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk paket bantuan senilai 2,9 miliar dolar AS selama empat tahun. Namun, program tersebut bergantung pada jaminan restrukturisasi utang dari kreditur setelah negara tersebut mengumumkan bahwa mereka menangguhkan pembayaran utang luar negerinya. Saat ini, negara tersebut memiliki utang luar negeri sebesar 51 miliar dolar AS. Sebanyak 28 miliar dolar AS di antaranya harus dibayar pada 2027

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement