Rabu 07 Sep 2022 18:24 WIB

Bisnis Mitratel Diprediksi Tetap Moncer di Tengah Kenaikan BBM

Akuisisi tower milik Telkomsel akan lebih berdampak positif bagi bisnis Mitratel 2023

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Budi Raharjo
Telkom melalui anak usahanya, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel) saat ini sedang mengerjakan program fiberisasi untuk konektivitas antar BTS sejumlah perusahaan operator telekomunikasi di Indonesia.
Foto: Telkom
Telkom melalui anak usahanya, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel) saat ini sedang mengerjakan program fiberisasi untuk konektivitas antar BTS sejumlah perusahaan operator telekomunikasi di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis pasar modal PT Mandiri Sekuritas, Henry Tedja, memprediksi dampak kenaikan harga BBM yang menjadi pendorong kenaikan inflasi dan suku bunga acuan Bank Indonesia akan cukup terkendali bagi bisnis perusahaan menara telekomunikasi seperti anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero), PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel. Henry menilai hal ini tak lepas dari kontrak jangka panjang Mitratel dengan perusahaan telekomunikasi yang mempunyai neraca keuangan yang kuat, terutama setelah dilakukan konsolidasi di industri.

"Secara struktur biaya, industri menara yang bersifat capital intensive (padat modal) juga memiliki pengeluaran yang relatif tetap. Hal ini tercermin dari pendapatan sebelum bunga, pajak depresiasi dan amortisasi (Ebitda) margin perusahaan menara yang cukup tinggi di kisaran 80 persen, termasuk Mitratel," ujar Henry dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (7/9).

Oleh karenanya, ia melihat dampak kenaikan harga BBM terhadap kinerja perusahaan relatif terbatas. Meski begitu, Henry mengingatkan kenaikan harga BBM bisa berpengaruh terhadap valuasi atau harga saham perusahaan.

Henry menyebut valuasi perusahaan menara seperti Mitratel, cenderung berbanding terbalik dengan inflasi atau suku bunga karena relatif tingginya leverage yang dimiliki perusahaan menara. Meskipun demikian, posisi Mitratel cukup baik mengingat tingkat leveragenya di bawah rata-rata industri. "Akibatnya, kenaikan inflasi atau suku bunga akan memiliki pengaruh bagi saham industri menara telekomunikasi," lanjut Henry.

Henry memperkirakan dalam jangka pendek, tingginya inflasi dan kenaikan suku bunga akan memberi sentimen bagi Mitratel. Namun dia memprediksi outlook perusahaan tetap positif dalam jangka menengah, terlebih setelah perusahaan mengakuisisi enam ribu menara milik Telkomsel.

"Hal ini akan mendukung pertumbuhan pendapatan dan Ebitda perusahaan dalam jangka menengah. Kami masih merekomendasikan BUY untuk saham Mitratel dengan target harga di Rp 950 per saham," ucap Henry.

Dalam penutupan perdagangan pada Senin (5/9), kata Henry, harga saham MTEL di level Rp 800 atau melemah 0,6 persen dibandingkan Jumat akhir pekan lalu. Namun dalam sepekan terakhir, saham MTEL naik 1,27 persen dan enam bulan terakhir meningkat 3,23 persen.

Menurut Henry, akuisisi tower yang dilakukan Mitratel terhadap enam ribu menara milik PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) akan berdampak positif bagi kinerja perusahaan, mengingat menara tersebut memiliki lokasi dan nilai strategis. Henry menilai akuisisi ini juga lebih cepat dari target awal yang dicanangkan sehingga memungkinkan perusahaan untuk melakukan cross-selling lebih cepat atas menara-menara tersebut kepada perusahaan telekomunikasi lainnya seperti Indosat Ooredoo Hutchison, XL Axiata, dan Smartfren.

"Hal ini tentunya akan meningkatkan outlook pertumbuhan pendapatan dan Ebitda Mitratel dalam dua tahun mendatang," ungkap Henry.

Hingga akhir 2022, Henry memproyeksikan Mitratel berpeluang membukukan pertumbuhan pendapatan dan Ebitda 11 persen hingga 13 persen secara tahunan (YoY). Dia menilai akuisisi tower milik Telkomsel akan lebih berdampak positif bagi bisnis Mitratel pada 2023 dibandingkan di 2022, mengingat akuisisi ini baru terjadi pada kuartal III 2022. "Sehingga dampak penyewaan menara yang baru hanya akan berkontribusi dalam beberapa bulan di tahun ini," ucap dia.

Selain itu, lanjutnya, konsolidasi di industri telekomunikasi juga akan mempengaruhi permintaan menara tahun ini. Di sisi lain, Henry sampaikan, pertumbuhan permintaan fiber yang cukup pesat di industri menara tentunya akan berdampak positif bagi bisnis Mitratel. "Kami melihat adanya ruang bagi market untuk melakukan revisi target revenue dan Ebitsa MTEL untuk 2023 dengan adanya akuisisi enam ribu menara ini," sambung Henry.

Mitratel sendiri berhasil membukukan laba Rp 891,54 miliar pada semester I 2022 atau naik 27,23 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 700,74 miliar. Laba itu sejalan dengan pendapatan yang naik 15,48 persen jadi Rp 3,72 triliun pada semester I 2022. Laba bersih MTEL tumbuh kuat terutama berasal dari pendapatan operasional yang lebih tinggi seiring dengan pertumbuhan jumlah penyewa dan lokasi menara.

Untuk diketahui, awal Agustus 2022, Mitratel mengumumkan telah menandatangani Perjanjian Jual Beli (Sales & Purchase Agreement/SPA) untuk pengambilalihan enam ribu menara Telkomsel. Jumlah menara yang ditransaksikan ini jauh melebihi rencana aksi anorganik Mitratel yang tertuang di prospektus.

Sebanyak enam ribu menara yang diakuisisi Mitratel dari Telkomsel berada di lokasi-lokasi strategis yang tersebar di seluruh Indonesia, untuk mendukung percepatan penambahan potensi kolokasi dan pengembangan tower related business.

Mitratel juga telah menyiapkan infrastruktur telekomunikasi, baik itu menara, fiber optic dan power to tower yang tersebar di seluruh Indonesia, khususnya di luar Jawa, yang akan memberikan kemudahan kepada operator-operator telekomunikasi, maupun nonoperator untuk memanfaatkan solusi terlengkap dan terintegrasi yang telah dimiliki Mitratel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement