Kamis 22 Sep 2022 12:01 WIB

Estonia: Rusia tak Boleh Anggap Remeh Pertanggungjawaban Hukum

Pertemuan menteri luar negeri Uni Eropa membahas paket sanksi baru ke Rusia.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Presiden Joe Biden berpidato di sesi ke-77 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Rabu, 21 September 2022, di markas besar PBB. Menteri Luar Negeri Estonia Urmas Reinsalu mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin mencoba menakut-nakuti dan memecah belah Barat.
Foto: AP/Evan Vucci
Presiden Joe Biden berpidato di sesi ke-77 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Rabu, 21 September 2022, di markas besar PBB. Menteri Luar Negeri Estonia Urmas Reinsalu mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin mencoba menakut-nakuti dan memecah belah Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Menteri Luar Negeri Estonia Urmas Reinsalu mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin mencoba menakut-nakuti dan memecah belah Barat. Tapi pernyataannya yang terakhir "momen yang mengubah permainan."

Ia mengatakan pertemuan menteri luar negeri Uni Eropa di New York harus membahas paket sanksi baru ke Rusia. Serta menggunakan fasilitas mekanisme pendanaan perdamaian Eropa untuk meningkatkan bantuan ke Ukraina.

Baca Juga

"Kami juga harus mendeklarasikan komitmen pertanggungjawaban hukum, fuhrer di Kremlin tidak boleh menganggap remeh pertanggungjawaban mereka pada perang genosida ditanggapi dengan ringan," katanya, Rabu (21/9/2022).

Menjaga persatuan antara 27 negara anggota Uni Eropa untuk memberikan paket sanksi terbaru ke Rusia tampaknya sulit terutama dilakukan di tengah krisis pasokan energi yang menghantam Eropa dengan keras. Hungaria menolak gagasan paket sanksi itu.

"Sekarang berbeda, terdapat pepatah di penerbangan yang menyatakan peraturan ditulis oleh darah korban bencana di udara, ya semua paket (sanksi) ditulis dengan darah dan kekejaman yang Rusia lakukan," kata Reinsalu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement