Jumat 23 Sep 2022 23:50 WIB

Bansos Jaga APBN dan Masyarakat dari Inflasi Global

Program bansos senilai Rp 24,17 triliun jadi cara mencegah APBN jebol

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Bahan Bakar Minyak (BBM) kepada warga di Sasana Krida Karang Taruna (SKKT) Kelurahan Pondok Kopi, Jakarta, Kamis (22/9/2022). Dalam rangka memitigasi beban yang diterima oleh kelompok masyarakat yang rentan, Pemerintah Indonesia telah melancarkan program bantalan sosial, senilai Rp 24,17 triliun dan mencakup kurang-lebih 38 juta anggota masyarakat terdampak dan mengurangi subsidi terhadap BBM, yang harganya telah disesuaikan, agar APBN tidak jebol.
Foto: Republika/Prayogi
Petugas menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Bahan Bakar Minyak (BBM) kepada warga di Sasana Krida Karang Taruna (SKKT) Kelurahan Pondok Kopi, Jakarta, Kamis (22/9/2022). Dalam rangka memitigasi beban yang diterima oleh kelompok masyarakat yang rentan, Pemerintah Indonesia telah melancarkan program bantalan sosial, senilai Rp 24,17 triliun dan mencakup kurang-lebih 38 juta anggota masyarakat terdampak dan mengurangi subsidi terhadap BBM, yang harganya telah disesuaikan, agar APBN tidak jebol.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inflasi global akibat tingginya suku bunga internasional, yang didorong oleh keputusan The Fed AS menaikkan suku bunga, dan diimbuhi pula oleh dampak perang Rusia-Ukraina, menambah "gelapnya" prospek kebangkitan ekonomi global. Berlanjutnya kerusakan jalur pasok bagi komoditas energi, pangan, dan pupuk dunia memicu menambah beban bagi APBN banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.

Dalam rangka memitigasi beban yang diterima oleh kelompok masyarakat yang rentan, Pemerintah Indonesia telah melancarkan program bantalan sosial, senilai Rp 24,17 triliun dan mencakup kurang-lebih 38 juta anggota masyarakat terdampak dan mengurangi subsidi terhadap BBM, yang harganya telah disesuaikan, agar APBN tidak ‘jebol’.

Sikap pemerintah menaikkan harga BBM dibarengi dengan kebijakan memberikan bantalan sosial (bansos) kepada masyarakat karena dirasa lebih bermanfaat dan tepat sasaran daripada memberikan subsidi kepada produk.

Menurut mantan Menteri Keuangan 2014-2016, Prof. Bambang Brodjonegoro, kuat atau tidaknya APBN sangat terkait dengan kondisi global. Kendati demikian, APBN harus tetap menjadi instrumen efektif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

“Perlu disadari bahwa melihat APBN itu harus menyeluruh. Tujuan utama penggunaan APBN adalah untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat. APBN terbagi tiga komponen, yakni penerimaan, pengeluaran, dan pinjaman,” ujar Bambang dalam serial webinar Moya Institute bertajuk Langkah Penyelamatan APBN: Perlu atau Tidak, Jumat (23/9/2022).

Bambang mengemukakan bahwa sampai Juni 2022 realisasi penerimaan negara mencapai 58 persen atau Rp 1.013 Triliun sebagai akibat dari kenaikan harga komoditas yang tinggi. Namun hal tersebut sifatnya hanya situasional.

Bambang melanjutkan, dari sisi realisasi pengeluaran Kementerian/Lembaga (K/L) hingga saat ini telah terealisasikan sebanyak 41,5 persen dari alokasi yang ditetapkan pada Tahun Anggaran 2022. Dari jumlah tersebut ada bagian yang didistribusikan K/L untuk belanja sosial. 

“Ini cara pemerintah membantu ekonomi masyarakat yang membutuhkan, bukan melalui subsidi harga komoditas, yang ditentukan oleh pasar internasional. Kalau yang sampai ke masyarakat harus bantuan langsung,” ucap Bambang.

Ekonom Indef Berly Martawardaya menyampaikan, APBN adalah alat utama yang berfungsi sebagai stabilitas, distribusi, dan alokasi. Berty menyatakan, APBN harus diseimbangkan agar mampu berperan sebagai pelindung kelompok masyarakat ekonomi rentan.

Berly mengatakan, melesetnya prediksi pemerintah terhadap harga minyak dunia (Indonesia Crude Oil Price), memaksa pemerintah untuk melakukan perubahan APBN. Dalam kondisi seperti ini, Berty berpendapat, diperlukan peningkatan pengeluaran bansos daru APBN, dengan mengakurasikan data para penerima manfaat, sehingga kebocoran tidak terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement