Sabtu 24 Sep 2022 13:01 WIB

Suku Bunga BI Naik, Apindo Ingatkan Likuditas Menurun Kurangi Daya Beli

Apindo menyebut daya beli berandil besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Layar menampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta. Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,25 persen. Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani menilai kebijakan Bank Indonesia menaikkan suku bunga dapat memberikan konsekuensi ekonomi dengan berkurangnya likuiditas.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Layar menampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta. Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,25 persen. Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani menilai kebijakan Bank Indonesia menaikkan suku bunga dapat memberikan konsekuensi ekonomi dengan berkurangnya likuiditas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,25 persen. 

Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani menilai kebijakan Bank Indonesia menaikkan suku bunga dapat memberikan konsekuensi ekonomi dengan berkurangnya likuiditas.

“Kebijakan tersebut dapat menurunkan kemampuan daya beli serta konsumsi masyarakat. Padahal, konsumsi memiliki andil besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara signifikan," ujarnya kepada wartawan, Sabtu (24/9/2022).

Jika merujuk pada data produk domestik bruto (PDB) 2021 sebesar Rp 16.970,8 triliun, lebih dari 54 persennya merupakan kontribusi dari konsumsi. Pada jangka pendek, dia menilai pemerintah sudah cukup tepat dengan mendorong bantuan langsung tunai yang diambil dari alokasi dana PEN. 

"Yang perlu dikritisi dalam kebijakan moneter ini adalah dengan efek disinsentif dalam ekonomi,” imbuhnya.  

Dia menjelaskan, ketika pemerintah secara agresif melakukan penyelamatan fiskal dengan banyak disinsentif ke dunia usaha, pemerintah selanjutnya akan kembali membuat kebijakan dari sisi moneter yang membuat dunia usaha kembali mengalami tekanan, dengan potensi melemahnya konsumsi. 

Menurut dia, pemerintah seharusnya lebih fokus dengan pemberian insentif agar terjadi pengurangan biaya-biaya dan kemudahan produksi. Maka begitu, efek inflasi tetap bisa terjaga, salah satu contohnya dengan kembali diperpanjangnya kebijakan relaksasi kredit untuk dunia usaha lantaran narasi besar atas potensi inflasi. 

“Dengan pola pembiayaan yang lebih terukur dan manageable, dunia usaha akan mempunyai fleksibilitas,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement