Ahad 25 Sep 2022 03:46 WIB

Nama Kota Tua Diganti Jadi Batavia: Ini Pintu Kecil Menuju Benteng Batavia Zaman Belanda

Saat itu situasi Batavia tenang karena tidak banyak kendaraan.

Rep: Kurusetra/ Red: Partner
Pintu Kecil menuju Benteng Batavia. Foto: IST.
Pintu Kecil menuju Benteng Batavia. Foto: IST.

Pintu Kecil menuju Benteng Batavia. Foto: IST.
Pintu Kecil menuju Benteng Batavia. Foto: IST.

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengubah nama kawasan wisata Kota Tua menjari Batavia. Alasannya karena Pemprov DKI ingin merancang ulang kawasan Kota Tua menjadi kota masa depan.

Anies menyebut nama Batavia dipilih karena mencerminkan masa lalu tetapi dirancang dan dikemas sebagai kota modern masa depan. "Kota ini kawasan ini disebut Kota Tua, tapi kita rancang ulang sehingga Kota Tua ini menjadi kota masa depan, namanya Batavia mencerminkan masa lalu, tapi konsepnya mencerminkan kota modern masa depan. Itu yang sedang dibangun di tempat ini," kata Anies.

BACA JUGA: Ruhut Sitompul Dinilai Rasis Usai Posting Foto Meme Anies Pakai Baju Adat Papua

Semangat Anies menghadirkan masa lalu pasti menimbulkan kontroversi. Terlepas dari hal tersebut, dahulu masyarakat yang ingin ke Batavia harus melintasi sebuah pintu gerbang. Seperti terlihat pada foto di atas yang berasal dar dari buku ‘Oud Batavia’ (Kota Tua Batavia). Foto tersebut memperlihatkan kawasan Pintu Kecil di China Town, Glodok, yang terletak di luar Kota Batavia, yang sampai 1809 dikelilingi tembok (benteng).

Dalam foto itu benteng berupa pintu kecil untuk masuk kota Batavia sudah tidak tampak lagi. Di samping pintu kecil, VOC juga dibangun Pintu Besar, yang sampai kini keduanya baik Pintu Kecil dan Pintu Besar menjadi nama jalan raya di Jakarta Kota.

BACA JUGA: Banjir Darah di Batavia Usai Tentara VOC Bantai 10 Ribu Orang China dari Balita Hingga Manula

Seperti Pintu Besar Utara (zaman Belanda disebut Binen Nieuwpoort Straat) dan Pintu Besar Selatan (Buiten Nieuwpoort Straat) adalah pintu keluar masuk ke benteng Batavia dari arah selatan lebih besar dari pintu kecil. Belanda membangun pintu kecil pada 1638 dan pintu besar tujuh tahun sebelumnya (1631). Kedua pintu pertahanan ini ditutup menjelang malam hari untuk mencegah kemungkinan serangan dari balatentara Banten dan Mataram.


 Pintu Kecil menuju Benteng Batavia. Foto: IST.
Pintu Kecil menuju Benteng Batavia. Foto: IST.

Dalam foto terlihat jembatan yang menghubungkan Jl Pintu Kecil-Jl Toko Tiga-Pintu Besar yang sudah diberi beton. Sedang jalannya sudah beraspal. Di atas jembatan terlihat sebuah sado atau delman tengah melintas. Di Kali Krukut yang kala itu masih lebar tampak sebuah perahu membawa barang dagangan. Kala itu angkutan di Jakarta di dominasi oleh perahu dan kendaraan berkuda.

Rumah-rumah yang terletak di tepi sungai Krukut, tampak seperti layaknya rumah-rumah di negeri leluhur mereka. Rumah tradisional dengan atap gentengnya yang di bagian atas agak runcing, kini sudah hampir hilang di kawasan Pecinan alias Glodok.

BACA JUGA: Setiap 31 Agustus Rakyat Batavia Rayakan Ulang Tahun Ratu Belanda Wilhelmina

Jl Pintu Kecil, Jl Pintu Besar dan Jl Toko Tiga hingga kini tetap merupakan kawasan komersial yang penting di Glodok. Daerah ini sejak abad ke-18 oleh Belanda dijadikan daerah hunian untuk para pedagang Tionghoa dan sekaligus sebagai rumah tinggal.

Dahulu Jl Toko Tiga, orang Tionghoa menyebutnya Sha Keng Tho Kho. Pada pertengahan abad ke-19 di kawasan ini hidup Oey Tambahsia, seorang playboy Betawi. Dia mendapatkan warisan yang konon tidak habis sampai tujuh turunan. Dengan wajahnya yang tampan dan masih muda belia dia menghambur-hamburkan uangnya di meja judi.

BACA JUGA: Hukuman Mati di Kota Tua, Dipancung Hingga Digantung

Untuk memuaskan nafsunya, play boy ini menggunakan uangnya untuk menggaet wanita, tidak peduli istri orang. Terhadap pesaing-pesaingnya ia menjadi pembunuh berdarah dingin. Memelihara sejumlah selir yang ditempatkan di tempat pelesiran Ancol, Jakarta seperti cerita 1001 malam.

Dia dijatuhi hukuman mati di tiang gantungan di alun-alun Balai Kota (kini Museum Sejarah DKI Jakarta Jl Fatahillah). Dia mati dalam usia 31 tahun meninggalkan seorang balita.

BACA JUGA: Ferdy Sambo Terancam Hukuman Mati, Teringat Hukuman Mati di Batavia: Dari Digantung Hingga Dipancung

.

TONTON VIDEO PILIHAN:

.

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:

> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

> Humor Gus Dur: Orang Jepang Sombong Mati Kutu di Depan Sopir Taksi

> Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: [email protected]. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement