Ahad 25 Sep 2022 10:50 WIB

Sisi Gelap Pemanfaatan AI di Ruang Maya

Algoritma AI berperan signifikan dalam mengamplifikasi suatu informasi beredar di jagat maya.

Rep: Vidita/ Red: Partner
.
.

Pixabay/Viarami
Pixabay/Viarami

Melalui teknologi, ada berbagai informasi yang kini bisa lebih mudah disebarluaskan. Tak terkecuali, paham radikalisme. Oleh karena itu, dibutuhkan kecakapan digital dalam hal mengolah informasi yang diterima di internet agar tidak mudah terpengaruh paham ekstrem atau kabar bohong.

Dalam webinar “Ayo Cegah Radikalisme dengan Pemahaman Literasi Digital”, Jumat (16/9), di Makassar, Sulawesi Selatan, Koordinator Program Sejiwa-Google Andika Zakiy menjelaskan, mengutip data dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), pada 2019, jumlah masyarakat Indonesia yang terpapar radikalisme diperkirakan sebanyak 38,4 persen.

Namun, di 2020 sampai 2021 angkanya turun menjadi 12,2 persen atau sekitar 33 juta orang. Radikalisme, jelasnya, dipahami sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial politik dengan cara ekstrem atau kekerasan.

“Pengaruh radikalisme bisa menyebar melalui media sosial yang kita gunakan atau lewat aplikasi pesan instan di gawai kita, seperti WhatsApp, Telegram, atau Line. Berdasarkan algoritma artificial intelligence internet, akun-akun media sosial yang akan muncul di linimasa media sosial kita adalah berdasar dengan apa yang sering kita cari atau baca di internet,” ujar Andika.

Melalui algoritma AI juga, akan muncul akun-akun yang sepaham, sehingga pengguna makin kenyang oleh satu sudut pandang saja. Tanpa, ada perspektif berbeda atau lebih luas.

Oleh karena itu, Andika melanjutkan, kita harus cermat saat menerima informasi. "Apakah informasi itu benar? Apa yang mereka, selaku penyebar informasi, inginkan dari saya? Hal-hal semacam itu patut diwaspadai termasuk memverifikasi keaslian dan kebenaran informasi tersebut guna mencegah terjadinya penyebaran hoaks,” ucapnya.

Mengenal Indonesia

Senada, dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Bone A Nur Aisyah Rusnali mengingatkan, dunia digital juga dimanfaatkan oleh kelompok garis keras untuk menyebarkan paham mereka. Mereka tidak lagi menggunakan metode pertemuan langsung secara fisik, melainkan lewat jaringan daring.


Pixabay/OpenClipArt
Pixabay/OpenClipArt

Di sini, peran generasi muda selaku pengguna mayoritas internet, sangat penting untuk mencegah meluasnya paham radikalisme tersebut. “Hal-hal yang dapat dilakukan generasi muda adalah harus paham dan memaknai nilai keragaman dan persatuan.

Termasuk, memanfaatkan teknologi untuk hal yang bermanfaat,” ucap Aisyah. Agar generasi muda terhindar dari paparan radikalisme, dosen pada Universitas Bali Internasional Komang Tri Werthi mrnyarankan pada generasi untuk kembali mengenal Infonesia. Menurutnya, banyak generasi muda yang belum sepenuhnya mengenal Indonesia yang kaya akan ragam budaya, adat-istiadat, serta suku dan bahasa.

Apabila mengenal keragaman di Indonesia dengan baik, Komang yakin, akan terbentuk pemahaman bahwa latar belakang orang yang berbeda-beda. Dan hal ini dapat menjadi modal untuk menghargai perbedaan dan mengutamakan persatuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement