Selasa 27 Sep 2022 04:29 WIB

Kisah Umar bin Khattab Didampingi Malaikat Keadilan

Umar pernah menangani kasus yang melibatkan dua warga kota Madinah.

Rep: Zahrotul Oktaviani / Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Sahabat Nabi
Foto: MgIt03
Ilustrasi Sahabat Nabi

REPUBLIKA.CO.ID, Suatu hari di masa pemerintahan Umar bin Khattab ra terjadi persengketaan yang melibatkan dua warga Kota Madinah. Salah satu pihak merupakan Muslim, sementara yang lain adalah Yahudi Madinah.

Keduanya yakin akan kebenaran dirinya dan mendakwa satu sama lain. Mereka pun sepakat untuk mengangkat perkara ke ini pengadilan dan mendatangi Amirul Mukminin Sayyidina Umar bin Khattab ra.

Setelah bertemu, si Muslim menjelaskan kasusnya, begitu pula dengan si Yahudi. Keduanya berupaya menjelaskan duduk perkara sesuai versinya masing-masing.

Umar bin Khattab lantas melaksanakan standar prosedur kerja pengadilan. Ia mendengarkan penjelasan keduanya dan mempelajari kasus yang melibatkan keduanya.

Setelahnya, ia meminta kedua pihak yang berselisih ini untuk menghadirkan saksi dan bukti yang diperlukan di persidangan. Ia bertanya seperlunya kepada mereka, sebelum akhirnya memutuskan perkara.

Setelah mempelajari kasus, menimbang bukti dan mendengarkan penjelasan saksi, Umar bin Khattab melihat kebenaran pada pihak Yahudi Madinah. Tanpa beban, ia pun memenangkan perkara bagi Yahudi tersebut.

“Yang mulia, Demi Allah, kau telah memutuskan perkara dengan benar yang mulia,” kata Yahudi. Khalifah Umar bin Khattab ra terkejut. Ia kemudian memukul tipis Yahudi tersebut dengan pecutnya lalu berkata, “Tahu apa kamu!”

“Mohon izin yang mulia, demi Allah kami mendapati di dalam Kitab Taurat bahwa tiada seorang hakim yang memutuskan perkara dengan benar kecuali di samping kanan dan kirinya terdapat malaikat yang mengoreksi dan membimbingnya pada kebenaran selama ia bersikap benar. Tetapi ketika ia menjauhi kebenaran, maka kedua malaikat itu naik ke langit dan meninggalkannya,” kata Yahudi Madinah.

Al-Imam Al-Hafizh Zakiyyuddin Abdul Azhim bin Abdul Qawiy Al-Mundziri dalam Kitab At-Targhib wat Tarhib minal Haditsis Syarif, [Beirut, Darul Fikr: 1998 M/1418 H] Juz III, halaman 129 mengutip hadits riwayat Imam Malik bin Anas perihal keadilan. Sebuah riwayat juga menyebutkan Umar bin Khattab berada pada pihak yang benar dan membela hak-hak sipil, meskipun berbeda agama.

Dilansir di laman resmu PBNU, Sayyidina Umar disebut pernah memenangkan perkara bagi Yahudi yang tinggal di Kota Fusthath (sekarang dikenal dengan negeri Mesir). Yahudi tersebut bersengketa dengan pemerintah, yaitu sahabat Amr bin Ash RA sebagai gubernur Fusthath. Ia diketahui menggusur rumah Yahudi dengan kompensasi yang sangat murah.

Michael H Hart memasukkan Umar bin Khattab (586-644 M) ke dalam deretan nama 100 tokoh berpengaruh dunia. Hart menempatkan nama Umar bin Khattab pada urutan ke-51, di mana penaklukan nasionalistis besar-besaran (dibanding perang suci) oleh Arab di bawah kepemimpinan Umar yang brilian. (Michael H Hart, 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, [Jakarta, Pustaka Jaya: 2003 M], halaman 266).

Umar bin Khattab ra merupakan prototipe pejabat publik ideal. Umar yang berkuasa (634-644 M/13-23 H) setelah sahabat Abu Bakar ra (632-634 M/11-13 H) merupakan pemimpin negara yang memiliki tanggung jawab publik yang begitu tinggi.

"Seandainya seekor unta/anak kambing mati sia-sia akibat kebijakanku maka saya takut kelak Allah akan meminta pertanggungjawabanku tentang kematiannya." (Ibnu Asakir, Tarikhu Madinati Dimasyq, [Beirut, Darul Fikr: 1995], juz XLV, halaman 356) dan (Yusuf Al-Mubarrad, Mahdlus Shawab fi Fadla`ili Amiril Mukminin Umar bin Al-Khattab, halaman 621).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement